ﺣﺪﻳﺙ ﺃﻧﺱ ﺭﺿﻲﺍﷲ ﻋﻧﻪ ﻗﺎﻞ ﺳﺋﻞ ﺭﺳﻭﻝ ﺍﷲ ﺻﻟﻰﺍﷲ ﻋﻟﻳﻪ ﻮﺳﻟﻡ ﻋﻦ ﺍﻟﻛﺑﺎﺌﺭ ﻗﺎﻝ׃
ﺍﻻﺷﺭﺍﻙ ﺑﺎﺍﷲ ﻭﻋﻘﻭﻕ ﺍﻠﻮﺍﻟﺪﻳﻥ ﻭﻗﺗﻝ ﺍﻟﻧﻔﺱ ﻭﺷﻬﺎﺪﺓ ﺍﻟﺯﻭﺮ.
ﺍﺨﺭﺠﻪ ﺍﻟﺑﺨﺎﺭﻯ ﻓﻰ ׃ ٥٢ ـ ﮐﺘﺎﺏ ﺍﻟﺷﻬﺎﺪﺍﺕ ׃١٠ ـ ﺑﺎﺐ ﻣﺎ ﻗﻳﻝ ﻓﻰ ﺷﻬﺎﺪﺓ ﺍﻟﺯﻭﺭ.
Arti Hadits / ترجمة الحديث :
Hadits Anas ra. Dimana ia berkata: “Rasulullah saw. ditanya tentang
dosa-dosa besar, kemudian beliau menjawab: “Mempersekutukan Allah, durhaka
kepada kedua orang tua, membunuh jiwa (manusia), dan saksi palsu.”
Al-Bukhari mentakhrijkan hadits ini dalam “Kitab Persaksian” bab tentang
apa yang dikatakan dalam saksi palsu.
2. Asbabul Wurud
Dalam kitab Riyadhus Shalihi dijelaskan, bahwa ketika Nabi
menjelaskan tentang dosa syirik dan durhaka terhadap kedua orang tua, beliau
dalam keadaan bersandar, namun kemudian beliau duduk untuk menunjukan betapa
pentingnya masalah yang akan dibahasnya, yaitu tentang dosa saksi palsu. Beliau
terus mengulang-ulanginya, sampai para sahabat berkata, “Semoga Rasulullah
segera diam”.
3.
Penjelasan
(syarah) Hadits
Dalam hadits di atas diterangkan empat macam dosa besar, yakni menyekutukan
Allah, durhaka kepada orang tua, membunuh jiwa manusia tanpa hak dan menjadi
saksi palsu.
4. kaitan dengan pendidikan
قال الله تعالى : { إن الله لا يهدي من هو مسرف كذاب
Sesungguhnya allah tidak menunjuki orang-orang yang melampaui
batas lagi pendusta,
Apabila alloh tidak
memberikan petunjuk pada seorang penuntut, maka d khawatirkan ilmu akan sulit
ia dapatkan.
Dalam hal ini imam besar
as-syafi’I pernah berkata:
Kuadukan buruknya hafalanku kepada guruku Waqi’, lalu
beliau menyuruhku meninggalkan maksiat. Sesungguhnya kuatnya hafalan itu
merupakan keutamaan yang di berikan Allah SWT, dan kuatnya hafalan itu tidak di
berikan kepada orang yang sering berbuat maksiat.
العلم كا النور لا يهدى للعاصي
Ilmu ibarat cahaya dan tidak di
berikan kepada orang-orang yang berbuat maksiat.
a.
Musyrik (menyekutukan Allah)
Mempersekutukan Allah atau syirik dikategorikan sebagai dosa yang paling
besar yang tidak akan diampuni oleh Allah SWT. Orang yang syirik
diharamkan untuk masuk surga, sebagaimana firman
Allah SWT
ﺇﻧﻪ ﻤﻥ
ﻴﺷﺮﻙ ﺑﺎﷲ
ﻓﻘﺪ ﺣﺮﻡ
ﷲ ﻋﻟﻴﻪ
ﺍﻟﺟﻧﺔ ﻭﻣﺄﻭﻪ
ﺍﻟﻧﺎﺭ... ﴿ﺍﻟﻣﺎﺋﺪﺓ׃٧٢﴾
Artinya: “Sesungguhnya orang yang menyekutukan Allah,
maka pasti Allah mengharamkan surga baginya dan ia ditempatkan di dalam neraka.”
( Q.S. Al-Ma’idah: 72)
Ada beberapa macam bentuk menyekutukan Allah SWT, di antaranya:
a. mengagungkan makhluk layaknya
mengagungkan Allah SWT. Sikap seperti ini banyak dialami oleh sebagian para
pembantu, mereka sering mengagungkan seorang pemimpin, atau para pejabat
melebihi pengagungannya kepada Allah SWT – Wal’iyadzubillah - Perbuatan ini
merupakan syirik terbesar. Hal ini menunjukan apabila seorang pemimpin atau
tuan raja menyuruh sesuatu ketika waktu shalat, maka ia akan berani
meninggalkannya. Bahkan hingga waktu shalat telah habis pula mereka tidak akan
peduli.
b. Dalam masalah cinta. Seseorang
mencintai orang lain sesama makhluk sama besarnya atau melebihi rasa cintanya
kepada Allah SWT. Engkau akan melihat ia sering menuntut agar dirinya lebih
dicintai dari pada Allah SWT. Sikap seperti ini banyak ditemukan di kalangan
orang-orang yang dimabukasmara. Hatinya dipenuhi oleh cinta kepada selain Allah
SWT.
c. Sesuatu yang tersembunyi, yang
termasuk menyekutukan Allah SWT, yaitu riya. Seseorang yang sedang melaksanakan
shalat lalu ia memperbagus shalatnya karena sedang dilihat oleh si fulan. Ia
berpuasa hanya ingin dikatakan ahli ibadah dan rajin berpuasa. Ia bersedekah
hanya ingin dikatakan sebagai orang yang dermawan, semua termasuk riya.
d. Bentuk syirik yang tersembunyi
yaitu ketika hati dan akal pikiran seseorang dipenuhi oleh dunia. Akal
pikirannya, badan, tidur dan bangun semua hanya untuk dunia, ia selalu berusaha
mencari dunia tidak peduli halal, haram, dusta, karena ia telah diperbudak
dunia.
Jadi bahwa di antara manusia ada yang menyekutukan Allah Ta’ala namun orang
tersebut tidak menyadarinya. Wahai saudara-saudara engkau merasakan bahwa dunia
telah menguasai hatimu dan engkau tak lagi memperdulikan hal lain selain itu,
maka ketika engkau bangun dari tidur semuanya akan karena dunia. Maka
ketahuilah bahwa hari-hari telah terisi dengan kesyirikan.
b.
Durhaka Kepada Orang Tua
Maksudnya adalah tidak berbakti kepada keduanya. Setiap anak wajib berbakti
kepada kedua orang tuanya sesuai kemampuannya. Ia wajib menaati mereka selama
bukan untuk kemungkaran dan kemaksiatan kepada Allah SWT.
Hal itu menandakan bahwa peran dan kedudukan orang tua sangat tinggi di
hadapan Allah SWT, sehingga Rasulullah SAW. bersabda:
ﺮﺿﻰﺍﷲ ﻓﻰ
ﺮﺿﻰﺍﻟﻮﺍﻟﺪﻴﻦﻭﺴﺧﻁ ﺍﷲ ﻓﻰﺴﺧﻁ ﻟﻮﺍﻟﺪﻴﻦ.
﴿ﺮﻭﺍﻩﺍﻟﺘﺮﻤﺬﻯﻮﺍﻟﺤﺎﻛﻡ ﺑﺷﺮﻄ ﺍﻟﻤﺴﻟﻡ﴾
Artinya: “Keridaan Allah itu terletak
pada keridaan kedua ibu bapaknya dan kemurkaan Allah itu terletak pada
kemurkaan kedua ibu bapak pula”. (HR. Muslim, Hakim, dengan syarat Muslim)
c.
Membunuh
Maksud membunuh dalam pembahasan ini adalah membunuh jiwa yang diharamkan
tanpa hak dengan sengaja. Orang yang berbuat seperti itu akan dimasukkan ke
neraka jahanam dan kekal di dalamnya. Sebagaimana firman Allah
dalam surat An-Nisa ayat 93 yang artinya: “Barang siapa yang membunuh
orang yang beriman dengan sengaja, maka balasannya ialah neraka jahanam, ia
kekal di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutuknya serta menyediakan
azab yang besar baginya.”
Dan Nabi SAW. bersabda:
ﺇﺬﺍ
ﺍﻟﺘﻘﻰ ﺍﻟﻤﺴﻟﻤﺎﻦ
ﺑﺴﻴﻔﻴﻬﻤﺎ٬ ﻓﺎ ﻟﻘﺎﺘﻝ ﻭﺍﻟﻤﻘﺘﻭﻝ
ﻓﻲ ﺍﻟﻨﺎﺭ٬ﻫﺫﺍ
ﺍﻟﻘﺎﺗﻞ٬ ﻓﻣﺎ ﺒﺎﻞ ﺍﻟﻣﻘﺗﻭﻞ؟ ﻗﺎﻞ׃ ﻷﻨﻪ
ﻛﺎﻦ ﺣﺭﻳﺻﺎ
ﻋﻟﻰ ﻗﺗﻞ
ﺻﺎﺣﺑﻪ.
Artinya: “Jika dua orang lelaki Muslim berjumpa membawa pedangnya
masing-masing (dengan tujuan untuk saling membunuh), maka pembunuhnya dan yang
terbunuh akan sama-sama masuk neraka. Lalu beliau ditanya oleh seorang sahabat:
Ya Rasulullah, benarlah jika pembunuh ini masuk neraka, tetapi mengapakah pula
orang yang terbunuh itu turut sama masuk neraka? Nabi SAW. menjawab: Sebab yang
terbunuh itu berusaha pula untuk membunuh kawannya yang telah membunuhnya itu.” (Riwayat Bukhari, Muslim dan Ahmad).
Menurut Imam Abu Sulaiman, cara yang demikian itu jika dalam bentuk saling
membunuh itu perlu kepada penjelasan. Sehingga jika ada dua orang (kelompok)
yang saling berusaha untuk membunuh yang lainnya atas dasar fanatisme atau
untuk mendapatkan harta keduniaan dan berebut pangkat. Adapun orang yang
membunuh untuk membela isterinya (keluarganya diancam), maka orang-orang
tersebut tidak termasuk hadits di atas.
d.
Saksi Palsu
Imam An-Nawawi di dalam kitabnya Riyadhus Shalihinmencantumkan
“Bab Larangan Memberikan Kesaksian Palsu.” Penulis menjelaskan bahwa kesaksian
palsu adalah seseorang yang memberikan kesaksian suatu peristiwa yang ia
ketahui, tetapi bertentangan dengan kenyataannya. Seseorang memberikan
kesaksian sebuah kejadian dan ia tidak mengetahui kesaksiannya sesuai dengan
fakta yang sebenarnya atau justru bertentangan dengan fakta yang sebenarnya.
Seseorang mengetahui bahwa kejadian sebenarnya adalah seperti ini, tetapi ia
memberikan kesaksian yang tidak sesuai dengan kenyataannya. Ketiga macam bentuk
persaksian ini hukumnya haram dan seseorang tidak boleh memberikan kesaksian
kecuali sesuai dengan fakta yang ia ketahui dan dengan cara yang benar.
Dalam riwayat lain menyebutkan bahwa Nabi SAW. sangat memberi perhatian
besar pada persoalan ini. Hal itu ditunjukan dengan sikap beliau yang
sebelumnya duduk bersandar ketika mengucapkan dosa besar syirik dan durhaka
kepada kedua orang tua, dan beliau duduk tegak ketika mengucapkan tentang
perkataan dusta atau saksi palsu. Alasan perkara ini mendapat perhatian khusus
adalah karena perkataan dusta atau kesaksian palsu sangat mudah terjadi pada
manusia, serta sering diremehkan oleh kebanyakan orang. Adapun syirik dijauhi
oleh hati seorang muslim, sedangkan durhaka kepada kedua orang tua tidak
selaras dengan tabiat. Sementara kepalsuan itu ditunjang oleh berbagai faktor,
seperti permusuhan, dengki dan lain-lain.
B. TUJUH MACAM DOSA BESAR
1.
Riwayat Hadits
عن
ابى هريرة رضى الله عنه: ان رسول الله صلي الله عليه وسلم قال: اجتنب السبع
الموبقات, قيل يارسول الله,وماهن؟ قال الشرك بالله, والسحر, وقتل النفس التي حرم
الله الا بالحق, واكل مال اليتيم, واكل الربا, والمتولي يوم الزحف وقدف المحصنات
الغافلات المؤمنات.
ﺍﺨﺭﺠﻪﺍﻟﺑﺨﺎﺭﻯﻓﻰ ׃٥٥ـ ﮐﺘﺎﺏﺍﻟﻭﺻﺎﻴﺎ׃٢٣ـ
ﺑﺎﺏﻗﻭﻝﺍﷲﺗﻌﺎﻟﻰ׃ﺍﻦﺍﻟﺬﻴﻥﻴﺄﻛﻟﻮﻦﺍﻤﻭﺍﻞ ﺍﻟﻴﺘﺎﻤﻰﻈﻟﻤﺎ.
Arti Hadits / ترجمة الحديث :
Hadits Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. dimana beliau bersabda: “ Jauhilah tujuh macam dosa yang
membinasakan.”Para sahabat bertanya: ”Wahai Rasulullah, apakah ketujuh
macam dosa itu?” Beliau menjawab: “Mempersekutukan Allah, sihir, membunuh jiwa
(manusia) yang diharamkan oleh Allah kecuali dengan hak, makan riba, makan
harta anak yatim, lari pada saat pertempuran (dalam jihad) dan menuduh (berbuat
zina) kepada wanita-wanita yang selalu menjaga diri, mukminat dan tidak pernah
berfikir (untuk berzina).”
Al-Bukhari mentakhrijkan hadits ini dalam “Kitab Wasiat” bab tentang firman Allah SWT (yang artinya) : “Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta
anak yatim dengan aniaya .“
1.
Asbabul wurud
Hadis ini beliau ucapkan ketika memberikan nasehat
ketika haji wadak. Maka ada salah seorang bertanya tentang al-kabair. Maka nabi
SAW membacakan hadis ini.
Kaitannya dengan pendidikan:
حدثنا
ابن القاسم قال سمعت مالكا يقول : " ليس العلم بكثرة الرواية إنما العلم نور
يضعه الله عز وجل في القلوب "
Bahwa ilmu itu adalah adalah cahaya, yang di letakkan
alloh azza wa jalla di dalam hati. (Kitab Muwatto’ Malik)
Bagaimana ilmu akan masuk pada hati
sedangkan semua dosa-dosa besar itu adalah kegelapan. Hadis nabi saw.
(عن
علقمة ، عن عبد الله ، قال : لما نزلت ( الذين آمنوا ولم يلبسوا إيمانهم بظلم (1)
) ، شق ذلك على الناس ، وقالوا : أينا لا يظلم نفسه ؟ ، قال : إنه ليس الذين تعنون
، ألم تسمعوا ما قال العبد الصالح : ( يا بني لا تشرك بالله إن الشرك لظلم عظيم
(2) ) ) سورة :
لقمان آية رقم : 13
Jika hati, fikiran dan jiwa
seseorang itu telah gelap bagaimana Alloh akan meletakkan ilmu pada seorang
penuntutu ilmu.
Sabda nabi SAW yang mengatakan bahwa
yang memakan harta anak yatim adalah termasuk juga kate gori orang-orang yang
gelap hatinya:
وأكل مال اليتيم ظلماً
Sedangkan zhalim adalah
kegelapan yang yang besar yang menyebabkan hati tidak tenang merasa bersalah.
2.
Penjelasan
(syarah) Hadits
Kebaikan itu memiliki
tingkatan yang berbeda-beda. Demikian juga halnya dengan kejahatan dan dosa.
Kebaikan apa saja yang mempunyai manfaat besar, maka pahalanya di sisi Allah
akan besar juga. Sedangkan kebaikan yang manfaatnya lebih rendah, maka
pahalanya pun seimbang dengan kebaikan tersebut. Sebaliknya, setiap kejahatan
yang mudharatnya lebih besar, maka ia disebut sebagai dosa-dosa besar yang
membinasakan dan siksanya pun sangat berat. Adapun kejahatan yang mudharatnya
lebih rendah dari itu, maka ia tergolong kepada dosa-dosa kecil yang dapat
terhapus dengan jalan menjauhi dosa-dosa besar.
Allah Ta’ala
berfirman,
Jika kamu menjauhi
dosa-dosa besar di antara dosa-dosa yang dilarang kamu mengerjakannya, niscaya
Kami hapus kesalahan-kesalahanmu (dosa-dosamu yang kecil) dan Kami masukkan
kamu ke tempat yang mulia (surga). (QS An-Nisa [4]: 31)
Dalam hadis di atas,
Rasulullah Saw menyuruh umatnya agar menjauhi tujuh dosa yang membinasakan.
Tujuh dosa ini bukan berarti pembatasan (hanya tujuh perkara) atas dosa-dosa
yang membinasakan. Tetapi hal ini sebagai peringatan atas dosa-dosa yang
lainnya. Ketujuh dosa yang dimaksudkan dalam hadis di atas, uraiannya adalah
sebagai berikut.
a. Musyrik
(Mempersekutukan Allah)
Menyekutukan
Allah yaitu menyamakan dan mensejajarkan selain Allah dengan Allah dalam segala
hal yang menjadi kekhususan bagi-Nya Yang Maha Suci, Maha Tunggal, Tempat
Bergantung Segala Makhluk, dan Yang Maha Esa.
Menyekutukan
Allah SWT merupakan dosa yang paling besar. Bahkan Allah SWT tidak akan
mengampuni dosa musyrik yang terbawa mati. Allah SWT berfirman, Sesungguhnya
Allah tidak akan mengampuni dosa musyrik, dan Dia mengampuni segala dosa yang
selain dari (musyrik) itu, bagi siapa saja yang Dia kehendaki. Dan siapa saja
yang musyrik kepada Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar. (QS
An-Nisa [4]: 48)
Ar-Raghib
al-Ashfahani menyatakan bahwa kemusyrikan terdiri dari dua bentuk, yaitu:
1) Syirik besar, yaitu
menetapkan adanya sekutu bagi Allah SWT. Inilah bentuk dosa yang paling besar.
2) Syirik kecil, yaitu
memperhatikan selain Allah di samping memperhatikan-Nya juga dalam beberapa
urusan. Itulah ria dan nifaq. (Al-Ashfahani, hlm. 266)
Adanya
kemusyrikan dalam kategori musyrik kecil bukan karena beban dosanya yang
rendah, tetapi kemusyrikan ini merupakan bentuk kemusyrikan yang seringkali
terabaikan atau tidak terasa dalam perwujudannya. Tentang kemusyrikan ini,
Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya perkara yang paling aku khawatirkan
menimpa kalian adalah musyrik yang paling kecil, yakni ria.” (Muttafaq ‘Alaih)
b.
Sihir.
Sihir
termasuk ke dalam dosa yang besar karena di dalamnya terdapat upaya iltibas
(pencampur-adukan) dan menutupi apa yang sebenarnya. Bahkan sihir ini bisa
mengakibatkan penyesatan aqidah, baik dari sisi penyebabnya maupun dari sisi
perolehannya. Para ulama telah bersepakat atas pengharaman sihir, pembelajaran
dan pengajarannya. Bahkan Imam Malik, Imam Ahmad, dan sekelompok para sahabat
dan para tabiin berpendapat bahwa saling berbagi sihir termasuk bagian
kekufuran yang pelakunya harus mendapat hukum eksekusi (dibunuh). Demikian juga
upaya mempelajari dan mengajarkan sihir kepada orang lain, karena hal itu
termasuk wasilah yang akan menjadi jalan terwujudnya sihir tersebut.
Namun
di sisi lain, ada juga yang berpendapat bahwa jika mempelajari sihir itu hanya
sekadar ingin mengetahuinya dan sebagai upaya menjaga diri, maka yang demikian
itu tidak termasuk dalam kategori haram. Pernyataan ini dianalogikan kepada
orang-orang yang berusaha mengetahui hakikat aliran-aliran sesat.
c.
Membunuh Jiwa.
Yang
dimaksud membunuh jiwa yang diharamkan oleh Allah SWT dalam hadis di atas
adalah membunuh seorang muslim dengan sengaja, bukan karena suatu hukuman
tertentu seperti qishas atau rajam.
Pembunuhan
seperti ini termasuk juga ke dalam bagian dari dosa-dosa besar yang dapat
membinasakan para pelakunya. Melalui upaya pembunuhan, sang pelaku telah
menghilangkan rasa aman di lingkungannya, menebar rasa takut, dan memutuskan
ikatan persaudaraan sesama manusia, khususnya di kalangan kaum muslimin. Bahkan
Allah SWT mengisyaratkan bahwa membunuh satu orang sama kedudukannya dengan
membunuh semua orang. Keterangan ini tercantum dalam ayat berikut.
Oleh
karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa siapa saja yang
membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau
bukan karena membuat kerusakan di muka bumi, maka seakan-akan dia telah
membunuh manusia seluruhnya. Dan siapa saja yang memelihara kehidupan seorang
manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan
sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa)
keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak di antara mereka sesudah itu
sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan di muka bumi. (QS
Al-Maidah [5]: 32)
Hukum
ini, walaupun khitab-nya Bani Israil, bukanlah mengenai Bani Israil saja,
tetapi juga mengenai manusia seluruhnya. Allah memandang bahwa membunuh
seseorang itu bagaikan membunuh manusia seluruhnya, karena orang-seorang itu
adalah anggota masyarakat dan karena membunuh seseorang berarti juga membunuh
keturunannya.
d. Memakan Riba
Allah SWT berfirman :
"Hai orang-orang yang beriman, ber-takwa lah kepada Allah dan
tinggalkan sisa riba (yang belum dipungut) jika kau orang-orang yang
beriman" "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kau memakan riba
dengan berlipat ganda dan ber-takwa lah kau kepada Allah supaya kau
mendapat keberuntungan. Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan
untuk orang-orang yang kafir" Allah mengancam orang yang memakan
riba dengan berbagai jenis siksaan pada hari kiamat nanti. Allah U berfirman :
"Orang-orang yang memakan (mengambil) riba tidak dapat berdiri melainkan
seperti berdirinya orang yang kemasukan setan lantaran (tekanan) penyakit gila.
Keadaan mereka yang demikian itu adalah disebabkan mereka berkata
(berpendapat), sesungguhnya jual beli itu sama dengan riba. Padahal Allah telah
menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba."
e. Memakan
Harta Anak Yatim
Ketika
seorang anak menjadi yatim, karena ditinggal mati oleh orang tuanya,
Islam menganjurkan agar kaum muslimin, terutama kaum kerabatnya, dapat menjaga
dan mengurus harta mereka yang diperolehnya melalui proses pewarisan.
Pengurusan harta anak yatim ini terus berlangsung sampai usia anak ini menjadi
dewasa sebagaimana dijelaskan dalam ayat berikut.
Dan
ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk menikah (dewasa). Kemudian
jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka
serahkanlah kepada mereka harta-hartanya. Dan janganlah kamu memakan harta anak
yatim lebih dari batas kepatutan dan (janganlah kamu) tergesa-gesa
(membelanja¬kannya) sebelum mereka dewasa. Siapa saja (di antara pemelihara
itu) mampu, maka hendaklah ia menahan diri (dari memakan harta anak yatim) dan
siapa saja yang miskin, maka bolehlah ia memakan harta itu menurut yang patut.
Kemudian apabila kamu menyerahkan harta kepada mereka, maka hendaklah kamu
adakan saksi-saksi (tentang penyerahan itu) bagi mereka. Dan cukuplah Allah
sebagai Pengawas (atas persaksian itu). (QS An-Nisa [4]: 6)
Tatkala
seorang pengurus, terutama bagi mereka yang serba berkecukupan, tidak mampu
menjaga dirinya dari memakan harta anak yatim, maka Allah SWT mengancam mereka
dengan ancaman yang sangat besar sesuai dengan ayat berikut.
Sesungguhnya
orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu
menelan api sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang
menyala-nyala (neraka). (QS An-Nisa [4]: 10).
f. Berpaling
dari Barisan Perang
Yaitu seseorang yang melarikan diri ketika kaum muslimin sedang memerangi
orang-orang kafir. Perbuatan ini termasuk dosa besar, termasuk tujuh perbuatan
yang akan membinasakan karena menimbulkan dua bahaya:
1.
Akan menghancurkan semangat kaum muslimin
2.
Orang-orang kafir semakin berani menekan kaum muslimin
Ketika kaum muslimin sudah mulai terdesak, maka orang-orang kafir akan
semakin berani memerang kaum muslimin.
Barangsiapa yang lari dari medan perang karena dua sebab ini,
yaitu untuk bergabung dengan batalyon lain. Contohnya ketika ada batalyon lain
yang sedang dikepung oleh musuh dan akan sangat berbahaya jika mereka dikuasai
oleh musuh. Maka ia bergerak (mundur) untuk membantunya, maka hal ini tidak
apa-apa, karena larinya menuju batalyon tersebut sangat menguntungkan.
Orang yang lari dari medan perang dengan berbelok
untuk (siasat) perang. Contohnya seperti seorang mujtahid yang lari belok
(mundur) untuk memperbaiki senjata atau untuk memakai baju besinya dan
lain-lain yang termasuk dalam kepentingan berperang dan perbuatan ini tidak
apa-apa.
g. Menuduh
Berzina
Menuduh berzina kepada wanita yang menjaga kehormatan dan wanita itu
adalah orang yang terjaga keimanannya yaitu menuduh berzina wanita yang
baik-baik, yang lurus, yang telah berkeluarga, yang berstatus merdeka, dan yang
beriman. Predikat-predikat tersebut tercakup dalam pengertian sifat terhormat.
Dan pada hakekatnya, seorang wanita itu terhormat karena Islam, ia menjaga
kesucian, menikah, dan berstatus merdeka.
Dalam surat an-Nur Allah melarang menuduh berzina seorang wanita yang
baik-baik, dan menjelaskan sanksi hukuman atas perbuatan ini.
Disebutkan dalam Shahih Muslim dengan Syarah an-Nawawi jilid II
halaman 86, seorang ulama ahli tafsir Imam Abul Hasan al-Wahidiy dan lainnya
mengatakan : "Menurut pendapat yang shahih ; batasan dosa besar itu
tidak diketahui secara pasti. Bahkan di dalam syari’at ada beberapa
jenis perbuatan maksiat yang dijelaskan sebagai dosa-dosa besar, dan ada juga
beberapa jenis perbuatan maksiat yang dijelaskan sebagai dosa-dosa kecil, dan
ada beberapa jenis perbuatan maksiat lainnya tanpa ada penjelasan. Artinya, ini
mencakup dosa-dosa besar maupun dosa-dosa kecil. Hikmah dari tidak adanya
penjelasan tersebut ialah, supaya seseorang tetap menahan diri jangan sampai
melakukan semuanya, karena dikhawatirkan jangan-jangan hal itu termasuk
dosa-dosa besar." Menurut mereka, ini sama dengan masalah disembunyikannya
kapan terjadinya lailatul qadar, saat-saat istimewa pada hari jum’at, saat-saat
terkabulnya do’a pada malam hari, nama Allah yang agung, dan hal-hal lain yang
bersifat samar.
3. Intisasri / Kandungan
Hadits
a. Perbuatan dosa yang dapat
membinasakan diri dan orang lain harus senantiasa dihindari dan dijauhi.
b. Manusia dilarang untuk
menyekutukan Allah Swt. Dengan sesuatu apapun, karena hal itu akan membinasakan
diri baik dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat.
c.
Sihir dan tenung
merupakan perbuatan terlarang karena perbuatan tersebut adalah bersekongkol dan
jin dan syetan.
d. Jiwa seseorang apalgi Muslim
harus senantiasa dijaga dan haram hukumnya untuk mengambil nyawa orang lain
tanpa alasan yang haq.
e. Kita dilarang untuk memakan
harta riba dan harta anak yatim yang ada dalam tanggungan kita dan berada dalam
pengasuhan kita.
f.
Setiap umat Islam dicela
oleh Allah dan Rasul-Nya bagi siapapun yang melarikan diri dari peperangan atau
ia keluar dari barisan perang karena merasa takut akan kematian.
g. Menuduh berzina kepada seorang
muslimah dan mukminah adalah perbuatan yang amat dilarang oleh baginda Nabi.
h. Setiap perbuatan dosa dan
hal-hal yang telah jelas dilarang dalam agama akan membinasakan kehidupan kita
dan akan membawa kita pada jalan kerugian dan peneysalan.
KESIMPULAN
Dosa-dosa besar merupakan segala larangan yang berasal dari Allah maupun
Rasul-Nya. Dosa-dosa besar sangat banyak jumlahnya, diantaranya: syirik,
durhaka terhadap kedua orang tua, membunuh jiwa tanpa hak, saksi palsu, sihir,
menuduh mukminat berzina, membunuh anak karena takut miskin, memakan harta anak
yatim, memakan harta riba, lari dari medan perang, berzina dengan istri tentang
dan lainnya.
Dosa-dosa besar di atas yang merupakan dosa dan kezhaliman yang paling
besar serta yang paling berat hukumannya, yaitu syirik. Allah telah
mengharamkan surga bagi orang yang menyekutukan-Nya dan telah disiapkan baginya
neraka sebagai tempat kembali. Sesungguhnya tidak ada penolong bagi orang-orang
yang zhalim.
Selain itu, durhaka terhadap orang tua juga merupakan dosa besar dan
termasuk dosa yang membinasakan. Sudah sepatutnya kita harus taat terhadap
keduanya sesuai dengan syariat Islam.
Banyak lagi dosa-dosa besar yang harus dihindari, karena berakibat buruk
dan dapat membinasakan diri sendiri juga orang lain selain yang telah
disebutkan di atas. Setiap orang Islam yang beriman wajib menghindarkan diri
dari dosa-dosa besar tersebut, agar tidak mendapat laknat dari-Nya. Karena
Allah menjanjikan surga-Nya untuk orang-orang yang menhindarkan diri dari
padanya dan Allah menghadiahkan neraka-Nya untuk orang-orang yang
mengerjakannya.
Muhammad
Abdul Aziz al-Khauli mendefinisikan dosa besar sebagai dosa yang memiliki
kemudharatan yang sangat besar dan pengaruh negatifnya di masyarakat sangat
besar pula. Hal demikian disebabkan karena mafsadat dan ancamannya yang sangat
besar terhadap dosa-dosa tersebut. (Al-Khauli, tt: 112)
Jika
kita mengacu kepada berbagai definisi di atas, maka yang termasuk dosa-dosa
besar itu sangat banyak jumlahnya. Dengan demikian, tujuh dosa yang
membinasakan sesuai dengan sabda Rasul di atas bukan sebagai pembatas bagi
dosa-dosa besar tersebut. Tetapi hal itu disampaikan oleh Rasulullah sebagai
bentuk perhatiannya yang sangat besar terhadap umatnya agar tidak terjerumus
kepada dosa-dosa besar lain yang mafsadat, hukuman, dan ancamannya seperti
ketujuh dosa di atas.
Namun
demikian, dari sekian banyak dosa yang tergolong kepada dosa-dosa besar, dosa
musyrik menempati urutan paling atas (yang terbesar) dari dosa-dosa besar
lainnya. Adapun dosa-dosa besar lainnya yang tidak tercantum dalam hadis di
atas, tetapi menjadi kriteria dosa besar dalam hadis yang lain, di antaranya
adalah durhaka terhadap orangtua, membunuh anak karena kekhawatiran menambah
kemiskinan, persaksian palsu atau dusta, khianat dalam perkara ghanimah, zina,
mencuri, meminum minuman keras, memisahkan diri dari al-jama’ah, menebar
fitnah, melanggar bai’at, dan tidak membersihkan air kencing.
SARAN
Para ulama (semoga
Allah merahmati mereka) berpendapat, "Melakukan dosa kecil
secara terus menerus dapat mengakibatkannya menjadi dosa besar".
Diriwayatkan dari Amru Ibnul Ash, Abdulah Ibnu Abbas, dan lainnya, "Tidak
ada dosa besar sama sekali dengan (melakukan) istighfar, dan tidak ada dosa
kecil sama sekali dengan terus menerus melakukannya." Artinya, bahwa
dosa besar itu bisa terhapus dengan memohon ampunan kepada Allah U, dan dosa
kecil itu bisa berubah menjadi dosa besar jika dilakukan terus menerus tanpa istighfar.
Ada juga
yang berpendapat, "Yang dimaksud dengan terus menerus melakukan dosa
kecil ialah melakukannya secara berulang-ulang, karena orang yang bersangkutan
tidak memiliki rasa kepedulian yang besar terhadap agama."
Adapun
al-Imam Abu Amr ash-Shalah dalam fatwa-fatwanya mengatakan : "Dosa
besar itu memiliki tanda-tanda, antara lain ; menuntut pemberlakuan sanksi
hukuman atau hadd, diancam dengan siksa neraka dan lain sebagainya dalam
al-Qur’an maupun as-Sunnah, sementara orang yang melakukannya disebut fasik."
Para
ulama (semoga Allah merahmati mereka) berpendapat,
"Melakukan dosa kecil secara terus menerus dapat mengakibatkannya menjadi
dosa besar". Diriwayatkan dari Amru Ibnul Ash, Abdulah Ibnu Abbas, dan
lainnya, "Tidak ada dosa besar sama sekali dengan (melakukan)
istighfar, dan tidak ada dosa kecil sama sekali dengan terus menerus
melakukannya." Artinya, bahwa dosa besar itu bisa terhapus dengan
memohon ampunan kepada Allah U, dan dosa kecil itu bisa berubah menjadi dosa
besar jika dilakukan terus menerus tanpa istighfar.
Ada juga yang berpendapat, "Yang
dimaksud dengan terus menerus melakukan dosa kecil ialah melakukannya secara
berulang-ulang, karena orang yang bersangkutan tidak memiliki rasa kepedulian
yang besar terhadap agama."
Adapun al-Imam Abu Amr ash-Shalah P
dalam fatwa-fatwanya mengatakan : "Dosa besar itu memiliki
tanda-tanda, antara lain ; menuntut pemberlakuan sanksi hukuman atau hadd,
diancam dengan siksa neraka dan lain sebagainya dalam al-Qur’an maupun
as-Sunnah, sementara orang yang melakukannya disebut fasik.
Daftar Pustaka
Fathul Bari,
Ibnu Hajar Al-‘Asqolani, dar As-Salam, Riyadh, cetakan pertama Tahun 2000
masehi
Al-Minhaj
syarh Sohih Muslim, Imam Nawawi, Dar Al-Ma’rifah
Jami
Al-‘Ulum wa Al-Hikam, Ibnu Rojab, tahqiq Al-Arnauth
Sittu Duror
min Ushuli Ahlil Atsar, Syaikh Abdul Malik Romadhoni, maktabah Al-Asholah
Tafsir Ibnu
Katsir, tahqiq Al-Banna, dar Ibnu Hazm, cetakan pertama
Fawaid
Al-Fawaid, Ibnul Qoyyim, tahqiq Syaikh Ali Hasan, Dar Ibnul Jauzi
0 komentar:
Posting Komentar