This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Jumat, 25 Mei 2012

QODO DAN QODAR



PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
            Tidak bisa dipungkiri bahwa di dalam kitab sumber hukum Islam pertama, yakni al-Qur’an ada menyebutkan tentang Qadha dan Qadar, baik secara eksplesit maupun implesit. Dengan hujjah tersebutlah mayoritas kaum muslimin mempercayai adanya qadha Allah, baik dari kalangan yang mengukuhkan sebagai rukun iman maupun yang tidak. Di antara lain firman Allah yang menyatakan pengaruh mutlak qadha dan qadar dan Dia mendahului setiap perbutan adalah :
Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan (qadar) bagi taip-tiap sesuatu.  (QS. at-Thalaq (65): 3)
Sesungguhnya kami menciptakan segala sesuatu menurut qadar (ukuran). (QS. al-Qamar (54): 49)
Maka Allah menyesatkan siapa yang Dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang Dia kehendaki. (Ibrahim {14}: 4)
            Sedangkan contoh ayat yang menunjukkan manusia memiliki kebebasan dalam perbuatannya antara lain ialah:
Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah keadaan. (ar-Ra’ad (13): 11)
Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan (dengan) sebuah negeri yang dahulunya aman lagi tenteram, rezkinya datang kepadanya melimpah ruah dari segenap tempat, tetapi (penduduk)nya mengingkari nikmat-nikmat Allah; karena itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan, disebabkan apa yang selalu mereka perbuat.(an-Nahl (16): 112)
Dan Allah sekali-kali tidak hendak menganiaya mereka, akan tetapi merekalah yang menganiaya diri mereka sendiri. (al-Ankabut (29): 40)
Dengan disuguhkan ayat-ayat di atas, ini menunjukkan bahwa; prihal qadha dan qadar bukanlah dongeng (Asathir), justru karena ia eksis di dalam al-Qur’an ini lah yang membuat permasaalahan ini berakhir dengan mewujudkan sebagian orang membisu tidak mau membahas, dan sebagian ada yang membahas, namun tidak menemukan kesepakatan bersama.
 Di makalah kami ini nantinya akan membahas dengan sederhana tentang qadha dan qadar, yang hanya sebagai pengantar bagi kita bersama untuk menyelami prihal qadha dan qadar dengan lebih dalam lagi.

B. Rumusan Masaalah
      Pokok perhatian dalam makalah ini nantinya adalah:
  1.  Pengertian qadha dan qadar
  2. Bagaimana sikap para sahabat nabi dalam memahami qadha dan qadar. ini di karenakan mereka adalah orang yang paling dekat dengan nabi.
  3. Apa hikamah disebalik qadha dan qadar?

C. Tujuan Penulisan
            Dari fenomena karakter setiap orang menanggapi qadha dan qadar, maka kami bermaksud agar orang yang pasrah kepada qadha dan qadar mau berusaha keras serta gigih dalam menjalani kehidupan ini. Dan bagi orang yang merasa dirinya berkuasa total terhadap usahanya, agar mereka menjadi sadar akan kelemahan sebagai seoarang makhluk dan tidak sombong terhadap Tuhannya.

 
 PEMBAHASAN

  1. Pengertian Qadha dan Qadar
            Ibnu Atsir memberi defenisi tentang qadar di dalam kitab an-Nihayah (4/22) sebagai berikut: Qadar (taqdir) adalah ketentuan Allah SWT untuk seluruh makhluk dan ketetapannya-Nya atas segala sesuatu.  Ia adalah bentuk masdar dari akar  kata: qadara-yaqduru-qadaran (kadang-kadang huruf dal-nya di matikan, sehingga menjadi qadran).[1]
            Qadha berarti penetapan hukum, atau pemutusan penghakiman sesuatu. Seorang qadhi (hakim) di namakan demikian sebab ia bertugas atau bertindak menghakimi dan memutuskan perkara antara kedua orang yang bersengketa di muka pengadilan. Al-Qur’an al-Karim menggunakan kata ini dengan menisbahkannya kadang-kadang kepada Allah dan kadang-kadang kepada manusia, untuk memisahkan dua pokok bahasan dalam pembicaraan dan juga untuk memisahkan antara dua penciptaan di alam ini.
            Qadar berarti kadar dan ukuran tertentu. Kata ini juga sering digunakan dalam al-Qur’an untuk menunjukkan arti ini.
            Kejadian-kejadian alam, ditinjau dari sudut keberadaannya di bawah pengawasan dan kehendak Allah yang pasti, dapat di kelompokkan kedalam ke dalam qadha ilahi, dan dari sudut sifatnya yang terbatas pada ukuran dan qadar tertentu serta pada kedudukannya dalam ruang dan waktu, dapat di kelompokkan ke dalam qadar ilahi.[2]

KITAB MUWATTHO' MALIK


IMAM MALIK  DAN KITABNYA


PENDAHULUAN
Imam Malik adalah ahli hadis yang besar, yang mewariskan jejak yang tidak terhapus dari khasanah pengetahuan Islam. Karyanya yang gemilang adalah Al-Muwatta’ yang mendapat tempat yang terhormat di antara himpunan hadis yang langka. Sebagai guru yang dinilai luar biasa, dan pendiri Madzhab Fiqh Maliki, ia menempati kedudukan yang khas dalam sejarah Islam, dan mempengaruhi generasi Islam waktu itu, sampai kepada generasi-generasi berikutnya. Dengan kemauannya yang keras, berjiwa gagah berani, pantang mundur, dan tidak mengenal takut walaupun terhadap penguasa tertinggi, Imam Malik termasuk kelompok Islam awal yang hidupnya selalu laksana mercusuar bagi mereka yang berjuang mewujudkan kebajikan yang lebih mulia dan lebih tinggi di dunia.
Imam Malik tanpa mengenal lelah telah mengabdi di bidang pendidikan selama hayatnya. Reputasinya yang sangat tinggi sebagai seorang ilmuwan dan guru membuat setiap orang yang hidup di zamannya ingin menimba ilmu darinya. Imam Malik mewarisi lebih dari selusinan karya tulis, dan karya yang dipandang sangat monumental dari Imam Malik adalah al-Muwatta’.
.
PEMBAHASAN



A.    Profil Imam Malik
1.      Nama Lengkap, Nasab dan Tahun Kelahirannya
Imam Malik yang memiliki nama lengkap Abu Abdullah Malik ibn Anas ibn Malik ibn Abi Amir ibn Amr ibn al-Haris ibn Gaiman ibn Husail ibn Amr ibn al-Haris al-Asbahi al-Madani. Kunyah-nya Abu Abdullah, sedang laqab-nya al-Asbahi, al-Madani, al-Faqih, al-Imam Dar al-Hijrah, dan al-Humairi.  Dengan melihat nasab Imam Malik, beliau memiliki silsilah yang sampai kepada tabi’in besar (Malik) dan kakek buyut (Abu Amir) seorang sahabat yang selalu mengikuti dalam peperangan pada masa Nabi.
Imam Malik dilahirkan di kota Madinah, dari sepasang suami-istri Anas bin Malik dan Aliyah binti Suraik, bangsa Arab Yaman.  Ayah Imam Malik bukan Anas bin Malik sahabat Nabi, tetapi seorang tabi’in yang sangat minim sekali informasinya. Dalam buku sejarah hanya mencatat, bawa ayah Imam Malik tinggal di suatu tempat bernama Zulmarwah, nama suatu tempat di padang pasir sebelah utara Madinah dan bekerja sebagai pembuat panah. Sedang kakeknya, memiliki kunyah Abu Anas adalah tabi’in besar yang banyak meriwayatkan hadis dari Umar, Talhah, Aisyah, Abu Hurairah dan Hasan bin Abi Sabit; termasuk penulis mushaf Usmani serta termasuk orang yang mengikuti penaklukan Afrika pada masa khalifah Usman.
Tentang tahun kelahirannya, terdapat perbedaan pendapat di kalangan para sejarawan. Ada yang menyatakan 90 H, 93 H, 94 H dan adapula yang menyatakan 97 H. Tetapi mayoritas sejarawan lebih cenderung menyatakan beliau lahir tahun 93 H pada masa Khalifah Sulaiman bin Abdul Malik ibn Marwan dan meninggal tahun 179 H.
Imam Malik menikah dengan seorang hamba  yang melahirkan 3 anak laki-laki (Muhammad, Hammad dan Yahya) dan seorang anak perempuan (Fatimah yang mendapat julukan Umm al-Mu’minin). Menurut Abu Umar, Fatimah temasuk di antara anak-anaknya yang dengan tekun mempelajari dan hafal dengan baik Kitab al-Muwatta’.
2.      Pribadinya
Imam Malik memiliki budi pekerti yang luhur, sopan, lemah lembut, suka menolong orang yang kesusahan, dan suka berderma kepada fakir miskin. Beliau juga termasuk orang yang pendiam, tidak suka membual dan berbicara seperlunya, sehinga dihormati oleh banyak orang.
Namun di balik kelembutan sikapnya, beliau memiliki kepribadian yang sangat kuat, dan kokoh dalam pendirian. Beberapa hal yang bisa menjadi bukti adalah: Pertama, penolakan Imam Malik untuk datang ke tempat penguasa (istana), Khalifah Harun ar-Rasyid, dan menjadi guru bagi keluarga mereka. Bagi Imam Malik semua orang yang membutuhkan ilmu harus datang kepada guru dan ilmu tidak mendatangi muridnya serta tidak perlu secara eksklusif disendirikan, meski mereka adalah penguasa. Kedua, Imam Malik pernah dicambuk 70 kali oleh Gubernur Madinah Ja’far ibn Sulaiman ibn Ali ibn Abdullah ibn Abbas, paman dari Khalifah Ja’far al-Mansur, karena menolak mengikuti pandangan Ja’far ibn Sulaiman.  Bahkan dalam sebuah riwayat diceritakan Imam Ma>lik didera dengan cemeti, sehingga tulang punggungnya hampir putus dan keluar dari lengannya dan tulang belakangnya hampir remuk. Setelah itu beliau diikat di atas punggung unta dan diarak keliling Madinah, supaya beliau malu dan mau mencabut fatwa-fatwanya yang berbeda dengan penguasa, tetapi Imam Ma>lik tetap menolaknya.  Ketiga, meski tiga Khalifah (Ja’far al-Mansur (131-163 H); al-Mahdi (163-173 H); dan Harun al-Rasyid (173-197 H) telah meminta Imam Malik menjadikan al-Muwatta’ sebagai Kitab resmi negara, namun tiga kali pula Imam Malik menolak permintaan mereka.
3.      Guru-guru, Murid-murid dan Karya-karyanya
Sejak kecil atas dukungan orang tuanya, khususnya ibunya, beliau berguru kepada para ulama di Madinah. Beliau tidak pernah berkelana keluar dari Madinah. Karena, kota Madinah pada masa itu adalah pusat Ilmu Pengetahuan Agama Islam, dan karena di tempat inilah banyak tabi’in yang berguru dari sahabat-sahabat Nabi dan banyak ulama dari berbagai penjuru dunia berdatangan untuk berguru dan bertukar pikiran. Imam Ma>lik pernah belajar kepada 900 guru, 300 di antaranya dari golongan tabi’in dan 600 orang dari kalangan tabi’it tai’in. Menurut Amin al-Khulli, di antara guru-gurunya yang terkemuka adalah:
(a)    Rabi’ah ar-Ra’yi bin Abi Abdurrahman Furuh al-Madani (w. 136 H). Rabi’ah adalah guru Imam Malik pada waktui kecil, yang mengajari Imam Malik tentang Ilmu Akhlak, Ilmu Fiqh dan Ilmu Hadis. Ada 12 riwayat hadis yang diriwayatkan, dengan perincian lima  musnad dan satu  mursal.
(b)   Ibnu Hurmuz Abu Bakar bin Yazid (w. 147 H). Imam Malik berguru kepada Hurmuz selama kurang lebih 8 tahun dalam Ilmu Kalam, Ilmu I’tiqad dan Ilmu Fiqh dan mendapatkan 54-57 hadis darinya.  
(c)    Ibnu Syihab al-Zuhri (w. 124 H), Imam Malik meriwayatkan 132 hadis darinya, dengan rincian 92 hadis musnad dan yang lainnya mursal.
(d)   Nafi’ ibn Surajis Abdullah al-Jaelani (w. 120 H). Dia adalah pembantu keluarga  Abdullah ibn Umar dan hidup masa Khalifah Umar ibn Abdul Aziz. Riwayat Imam Ma>lik darinya adalah riwayat yang paling sahih sanadnya. Imam Malik mendapat 80 hadis lebih dari Nafi’.
(e)    Ja’far Sadiq ibn Muhammad ibn Ali al-Husain ibn Abu Talib al-Madani. (w. 148 H). Beliau adalah salah seorang imam isna asy’ariyyah, ahlul bait dan ulama besar. Imam Malik berguru fiqh dan hadis kepadanya dan mengambil  sembilan hadis darinya dalam bab manasik.  
(f)    Muhammad ibn al-Munkadir ibn al-Hadiri al-Taimy al-Qurasyi (w. 131 H). Beliau adalah saudara dari Rabi’ah al-Ra’yi, ahli fiqh Hijaz dan Madinah, ahli hadis  dan seorang qari` yang tergolong sayyidat al-qura.  
Murid-murid Imam Malik dapat diklasifikasikan dalam tiga  kelompok:
a.       Dari kalangan Tabi’in di antaranya Sufyan al-Sauri, al-Lais bin Sa’id, Hammad ibn Zaid, Sufyan ibn Uyainah, Abu Hanifah,  Abu  Yusuf, Syarik ibn Lahi’ah, dan Ismail ibn Khatir,
b.      Dari Kalangan Tabi’it-tabi’in adalah al-Zuhri, Ayub al-Syahkhtiyani, Abul Aswad, Rabi’ah ibn Abd al-Rahman, Yahya ibn Sa’id al-Ansari, Musa ibn ‘Uqbah dan Hisyam ibn ‘Urwah,
c.       Bukan Tabi’in: Nafi’ibn Abi Nu’aim, Muhammad ibn Aljan, Salim ibn Abi ‘Umaiyah, Abu al-Nadri, Maula Umar ibn Abdullah, al-Syafi’i, dan Ibn Mubarak.
4.      Karya-karyanya
Di antara karya-karya Imam Malik adalah: (a) al-Muwatta’, (b) Kitab Aqdiyah, (c) Kitab Nujum, Hisab Madar al-Zaman, Manazil al-Qamar, (d) Kitab Manasik, (e) Kitab Tafsir li Garib al-Qur’an, (f) Ahkam al-Qur’an, (g) al-Mudawanah al-Kubra, (h)Tafsir al-Qur’an (i) Kitab Masa’Islam (j) Risalah ibn Matruf Gassan (k) Risalah ila al-Lais, (l)  Risalah ila ibn Wahb.  Namun, dari beberapa karya tersebut yang sampai kepada kita hanya dua yakni, al-Muwatta’ dan al-Mudawwanah al-Kubra.
5.      Wafat Imam Malik
Sebagaimana tahun kelahirannya, ada beberapa versi tentang waktu meninggalnya Imam Malik. Ada yang berpendapat tanggal 11, 12, 13, 14 bulan Rajab 179 H dan ada yang berpendapat 12 Rabi’ul Awwal 179 H. Di antara pandangan yang paling banyak diikuti adalah pendapat Qadi Abu Fadl Iyad yang menyatakan bahwa Imam Malik meninggal pada hari Ahad 12 Rabi’ul Awwal 179 H dalam usia 87 tahun, setelah satu bulan menderita sakit. Beliau dikebumikan  di kuburan Baqi’.  Beliau berwasiat untuk dikafani dengan pakaianya yang putih dan dishalatkan di tempat meninggalnya. Dengan meninggalnya Imam Malik, berkurang satu tokoh dan ulama besar Madinah.
B.     Mengenal Kitab al-Muwatta’           
1.      Latar Belakang Penyusunan
Ada beberapa versi yang mengemuka mengenai latar belakang penyusunan al-Muwatta’. Menurut Noel J. Coulson  problem politik dan sosial keagamaan-lah yang melatarbelakangi penyusunan al-Muwatta’. Kondisi politik yang penuh konflik pada masa transisi Daulah Umayyah-Abasiyyah yang melahirkan tiga kelompok besar( Khawarij, Syi’ah-Keluarga Istana) yang mengancam integritas kaum Muslim. Di samping kondisi sosial keagamaan yang berkembang penuh nuansa perbedaan. Perbedaan-perbedaan pemikiran yang berkembang (khususnya dalam bidang hukum) yang berangkat dari perbedaan metode nash di satu sisi dan rasio di sisi yang lain, telah melahirkan pluratis yang penuh konflik.   
Versi yang lain menyatakan penulisan al-Muwatta’ dikarenakan adanya permintaan Khalifah Ja’far al-Mansur atas usulan Muhammad ibn al-Muqaffa’ yang sangat prihatin  terhadap perbedaan fatwa dan pertentangan yang berkembang saat itu, dan mengusulkan kepada Khalifah untuk menyusun undang-undang yang menjadi penengah dan bisa diterima semua pihak. Khalifah Ja’far lalu meminta Imam Malik menyusun Kitab hukum sebagai Kitab standar bagi seluruh wilayah Islam. Imam Malik menerima usulan tersebut, namun ia keberatan menjadikannya sebagai kitab standar atau kitab resmi negara.
Sementara  versi yang lain, di samping terinisiasi oleh usulan Khalifah Ja’far al-Mansur, sebenarnya Imam Malik sendiri memiliki keinginan kuat untuk menyusun kitab yang dapat memudahkan umat Islam memahami agama.
2.      Penamaan Kitab
    Tentang penamaan kitab al-Muwatta’ adalah orisinil berasal dari Imam Malik sendiri. Hanya saja tentang mengapa kitab tersebut dinamakan dengan al-Muwatta’ ada beberapa pendapat yang muncul:
Pertama, sebelum kitab itu disebarluaskan Imam Malik telah menyodorkan karyanya ini di hadapan para 70  ulama Fiqh Madinah dan mereka menyepakatinya. Dalam sebuah riwayat al-Suyuti menyatakan: “Imam Malik berkata, Aku mengajukan kitabku ini kepada 70 ahli Fiqh Madinah, mereka semua setuju denganku atas kitab tersebut, maka aku namai dengan  .   
Kedua, pendapat yang menyatakan penaman al-Muwatta’, karena kitab tersebut “memudahkan” khalayak  umat Islam dalam memilih dan menjadi pegangan hidup dalam beraktivitas dan beragama.
Ketiga, pendapat yang menyatakan penaman al-Muwatta’, karena kitab al-Muwatta’ merupakan perbaikan terhadap kitab-kitab fiqh sebelumnya.
3.      Isi Kitab
Kitab ini menghimpun hadis-hadis Nabi, pendapat sahabat, qaul tabi’in, Ijma’ ahlul Madinah dan pendapat Imam Malik. Para ulama berbeda pendapat tentang jumlah hadis yang terdapat dalam al-Muwatta’;
a.       Ibnu Habbab yang dikutip Abu Bakar al-A’rabi dalam Syarah al-Tirmizi menyatakan ada 500 hadis yang disaring dari 100.000 hadis
b.      Abu Bakar al-Abhari berpendapat ada 1726 hadis dengan perincian 600 musnad, 222 mursal, 613 mauquf dan 285 qaul tabi’in.  
c.       Al-Harasi dalam “Ta’liqah fi al-Usul” mengatakan Kitab Malik memuat 700 hadis dari 9000 hadis yang telah disaring
d.      Abu al-Hasan bin Fahr dalam “Fada’il” mengatakan ada 10.000 hadis dalam kitab al-Muwat}t}a’.
e.       Arnold John Wensinck menyatakan dalam al-Muwat}t}a’ ada 1612 hadis
f.       Muhammad Fu’ad Abdul Baqi mengatakan “Kitab al-Muwat}t}a’ berisi 1824 hadis”.  
g.      Ibnu Hazm berpendapat, dengan tanpa menyebutkan jumlah persisnya,  500 lebih hadis musnad, 300 lebih hadis mursal, 70 hadis lebih yang tidak diamalkan Imam Malik dan beberapa hadis dha’if.
h.      M. Syuhudi Ismail menyatakan “Kitab al-Muwatta’  hadisnya ada 1804”.
Perbedaan pendapat ini terjadi karena perbedaan sumber periwayatan di satu sisi dan perbedaan cara penghitingan. Ada ulama hadis yang hanya menghitung hadis berdasar jumlah hadis yang disandarkan kepada nabi saja, namun adapula yang menghitung dengan menggabungkan  fatwa sahabat, fatwa tabi’in yang memang termaktub dalam al-Muwat}t}a’.
Menurut al-Suyuti, lebih dari seribu orang yang meriwayatkan al-Muwat}t}a’, dan banyak naskah tentang itu. Namun yang terkenal adalah 14 naskah menurut al-Suyuti, dan menurut al-Kandahlawi  ada 16 naskah, sedang menurut Qadi Iyad ada 20 naskah, meski ada yang berpendapat ada 30 naskah.  Di antara naskah itu adalah:
a.       Naskah Yahya bin Yahya al-Masmudi al-Andalusi (w. 204 H). Beliaulah yang pertama kali mengambil al-Muwat}t}a’ dari Yazid bin ‘Abdurrahman bin Ziyad al-Lahmi (al-Busykatun) dan pembawa mazhab Maliki di Andalusia
b.      Naskah ibn Wahb (w. 197 H)
c.       Naskah Abu Ubaidillah Abd al-Rahman bin al-Qasim ibn Khalid al-Misri (w. 191 H)
d.      Naskah Abu Abd al-Rahman Abdullah bin Musalamah bin Qa’nabi al-Harisi (w.221 H).
e.       Naskah Abdullah bin Yusuf al-Dimsyqi Abu Muhammad at-Tunaisi (w. 217 H)
f.       Naskah Mu’an al-Qazzazi (w. 198 H);
g.      Naskah Sa’id bin ‘Uffair (w. 226 H)
h.      Naskah Ibn Bukair (w. 231 H)
I.       Naskah Abu Mas’ab Ahmad bin Abu Bakr al-Qasim az-Zuhri (w. 242 H)
i.        Naskah Muhammad ibn al-Mubarak al-Quraisyi (w. 215 H).
j.        Naskah Musa’ab ibn Abdullah al-Zubairi (w. 215 H).
k.      Naskah Suwaid ibn Zaid Abi Muhammad al-Harawi (w. 240 H)
l.        Naskah  Muhammad ibn al-Hasan al-Syaibani (w. 179 H)
m.    Naskah Yahya bin Yahya al-Taimi (w. 226 H)
n.      Naskah Abi Hadafah al-Sahmi (w. 259 H)
Di antara naskah-naskah tersebut, riwayat Yahya bin Yahya al-Andalusi yang paling populer.
Ada perbedaan pendapat yang berkembang ketika dihadapkan pada pertanyaan apakah kitab al-Muwat}t}a’ ini kitab fiqih an-sich, Kitab Hadis an-sich atau Kitab Fiqh sekaligus kitab Hadis. Menurut Abu Zahra , al-Muwat}t}a’ adalah kitab Fiqh, argumen yang dipeganginya; Tujuan Malik mengumpulkan hadis adalah untuk melihat fiqh dan undang-undangnya bukan keshahihannya dan Ma>lik menyusun kitabnya dalam bab-bab bersistematika fiqh.
Senada dengan Abu Zahra, Ali Hasan Abdul Qadir juga melihat al-Muwat}t}a’sebagai kitab fiqh dengan dalil hadis. Sebab tradisi yang dipakai adalah tradisi kitab fiqh yang seringkali hanya menyebut sebagian sanad atau bahkan tidak menyebut sanadnya sama sekali adalah dalam rangka kepraktisan/keringkasan.
Sedang menurut Abu Zahwu kitab ini bukan semata-mata kitab Fiqh, tetapi sekaligus kitab hadis, karena sistematika fiqh juga dipakai dalam kitab-kitab hadis yang lain, di samping Imam Ma>lik sesekali juga mengadakan kritik melalui pendapat beliau dalam mengomentari sebuah riwayat hadis, dan juga menggunakan kriteria-kriteria dalam menseleksi hadisnya.
4.      Sistematika Kitab
Kitab al-Muwat}t}a’ adalah kitab hadis yang bersistematika Fiqh. Berdasar kitab yang telah di-tahqiq oleh Muhammad Fuad Abdul Baqi, kitab al-Muwat}t}a’ terdiri dari 2 juz, 61 kitab (bab) dan 1824 hadis. Adapun perinciannya adalah sebagai berikut:
Juz I : (1) Waktu-waktu Shalat, 80 tema, 30 hadis, (2) Bersuci, 32 tema, 115 hadis, (3) Shalat, delapan  tema, 70 hadis, (4) Lupa dalam Shalat, satu  tema, tiga  hadis, (5) Shalat Jum’at, 9 tema, 21 hadis, (6) Shalat pada bulan Romadlan, dua  tema, tujuh  hadis, (7) Shalat Malam, lima  tema, 33 hadis, (8) Shalat Jama’ah, 10 tema, 38 hadis, (9) Mengqashar Shalat dalam perjalanan, 25 tema, 95 hadis, (10) Dua hari raya, tujuh  tema, 13 hadis, (11) Shalat dalam keadaan takut, satu  tema, empat hadis, (12) Shalat gerhana matahari dan bulan, dua  tema, empat hadis, (13) Shalat minta hujan, tiga  tema, enam  hadis, (14) Menghadap qiblat, enam  tema, 15 hadis, (15) Al-Qur’an, 10 tema, 49 hadis, (16) Shalat Mayat, 16 tema, 59 hadis, (17) Zakat, 30 tema, 55 hadis, (18) Puasa, 22 tema, 60 hadis, (19) I’tikaf, 8 tema, 16 hadis, (20) Haji, 83 tema, 255 hadis.
Juz II: (21) Jihad, 21 tema, 50 hadis, (22) Nadhar dan sumpah, 9 tema, 17 hadis (23) Qurban, enam tema, 13 hadis, (24) Sembelihan, empat  tema, 19 hadis, (25) Bintang buruan, tujuh tema, 19 hadis, (26) Aqiqah, dua  tema, tujuh  hadis, (27) Faraid, 15 tema, 16 hadis, (28) Nikah, 22 tema, 58 hadis, (29) Talaq, 35 tema, 109 hadis, (30) Persusuan, tiga  tema, 17 hadis, (31) Jual beli, 49 tema, 101 hadis, (32) Pinjam meminjam, 15 tema, 16 hadis, (33)    Penyiraman, dua tema, tiga hadis, (34) Menyewa tanah, satu  tema, lima  hadis, (35) Syufa’ah, dua  tema, empat  hadis, (36) Hukum, 41 tema, 54 hadis, (37) Wasiyat, 10 tema, sembilan hadis, (38) Kemerdekaan dan persaudaraan, 13 tema, 25 hadis (39) Budak Mukatabah, 13 tema, 15 hadis, (40) Budak Mudharabah, tujuh  tema, delapan hadis, (41) Hudud, 11 tema, 35 hadis, (42)    Minuman, lima tema, 15 hadis, (43) Orang yang berakal, 24 tema, 16 hadis,  (44) Sumpah, lima  tema, dua hadis, (45) al-Jami’, tujuh tema, 26 hadis, (46) Qadar, dua tema, 10 hadis, (47). Akhlak yang baik, empat  tema, 18 hadis, (48) Memakai pakaian, delapan  tema, 19 hadis, (49) Sifat Nabi SAW., 13 tema, 39 hadis,  (50)    Mata, tujuh  tema, 18 hadis, (51) Rambut, lima  tema, 17 hadis, (52) Penglihatan, dua  tema, tujuh  hadis, (53) Salam, tiga  tema, delapan  hadis, (54) Minta izin, 17 tema, 44 hadis, (55) Bai’ah, satu  tema, tiga  hadis, (56) Kalam, 12 tema, 27 hadis, (57) Jahannam, satu  tema, dua  hadis, (58) Sadaqah, tiga tema, 15 hadis, (59) Ilmu, satu tema, satu  hadis, (60) Dakwah orang yang teraniaya, satu  tema, satu  hadis, (61) Nama-nama Nabi SAW., satu  tema, satu  hadis.

5.      Metode Kitab dan Kualitas Hadis-hadisnya
    Secara eksplisit, tidak ada pernyataan yang tegas tentang metode yang dipakai Imam Malik dalam menghimpun kitab al-Muwat}t}a’. Namun secara implisit, dengan melihat paparan Imam Malik dalam kitabnya, metode yang dipakai adalah metode pembukuan hadis berdasar klasikikasi hukum Islam (abwa>b fiqhiyyah) dengan mencantumkan hadis marfu>’ (berasal dari Nabi), mauqu>f (berasal dari sahabat) dan maqt}u>’ (berasal dari tabi’in).  Bahkan bukan hanya itu, kita bisa melihat bahwa Imam Malik menggunakan tahapan-tahapan berupa  (a) penseleksian terhadap hadis-hadis yang disandarkan kepada Nabi, (b) Atsar/fatwa sahabat,. © fatwa tabi’in, (d) Ijma’ ahli Madinah dan (e) pendapat Imam Malik sendiri.
    Meskipun kelima tahapan tersebut tidak selalu muncul bersamaan dalam setiap pembahasannya, urutan pembahasan dengan mendahulukan penulusuran dari hadis Nabi yang telah diseleksi merupakan acuan pertama yang dipakai Imam Ma>lik, sedangkan tahapan kedua dan seterusnya dipaparkan Imam Malik tatkala menurutnya perlu untuk dipaparkan.
    Dalam hal ini empat kriteria yang dikemukakan Imam Ma>lik dalam mengkritisi periwayatan hadis adalah: (a) Periwayat bukan orang yang berperilaku jelek (b) Bukan ahli bid’ah (c) Bukan orang yang suka berdusta dalam hadis (d)  Bukan orang yang tahu ilmu, tetapi tidak mengamalkannya.
    Meskipun Imam Ma>lik telah berupaya seselektif mungkin dalam memfilter hadis-hadis yang diterima untuk dihimpun, tetap saja para ulama hadis berbeda pendapat dalam memberikan penilaian terhadap kualitas hadis-hadisnya:
a.    Sufyan ibn ‘Uyainah dan al-Suyuti mengatakan, seluruh hadis yang diriwayatkan Imam Ma>lik adalah shahih, karena diriwayatkan dari orang-orang yang terpercaya
b.      Abu Bakar al-Abhari berpandangan tidak semua hadis dalam al-Muwat}t}a’ sahih, 222 hadis mursal, 623 hadis mauqu>f dan 285 hadis maqt}u>’.
c.       Ibn Hajar al-’Asqalani menyatakan bahwa hadis-hadis yang termuat dalam al-Muwat}t}a’ adalah sahih menurut Imam Malik dan pengikutnya.
d.      Ibn Hazm dalam penilaiannya yang termaktub dalam Mara>tib al-Diyanah, ada 500 hadis musnad, 300 hadis mursal dan 70 hadis dha’if yang ditinggalkan Imam Malik.  Sedang menurut Ibn Hajar  di dalamnya ada hadis yang mursal dan munqati’.
e.       al-Gafiqi berpendapat dalam al-Muwatta ada 27 hadis mursal dan 15 hadis mauquf.
f.       Hasbi ash-Shiddiqi  menyatakan dalam al-Muwat}t}a’ ada hadis yang sahih, hasan dan da’if.
    Meskipun dalam al-Muwat}t}a’ tidak semuanya shahih, ada yang munqati’, mursal dan mu’dal. Banyak ulama hadis berikutnya yang mencoba mentakhrij dan me-muttasil-kan hadis-hadis yang munqati’, mursal dan mu’dal seperti Sufyan ibn Uyainah, Sufyan al-Sauri, dan Ibn Abi Dzi’bi. Dalam pandangan Ibnu Abdil Barr dari 61 hadis yang dianggap tidak  muttasil semuanya sebenarnya musnad dengan jalur selain Malik, yakni:
 أنه بلغنى أن رسول الله ص.م قال: إنى لأنسى أو أنسى
“Seseorang telah menyampaikan hadis pada seseorang, bahwa Rasul SAW telah bersabda: Aku lupa atau aku telah lupa, karena itu mungkin yang aku kerjakan adalah sunnah.”

أنه سمع من يثقه به من أهل العلم تقول أن رسول الله ص.م. أرى أعمار الناس قبله أو ما شاء الله من ذلك فكأنه تقاصر أعمار أمته أن لا تبلغوا من العمل مثل الذى بلغ غيرهم فى طول العمر فأعطاه الله   ليلة القدر خير من ألف شهر
“Dari Malik bahwasanya dia mendengar dari orang yang terpercaya di antara ulama berkata Rasulullah telah diperlihatkan umur orang-orang yang mati sebelumnya, atau apa yang telah Allah kehendaki tentang itu dan itu menjadikan seakan-akan kehidupan umatnya terlalu pendek bagi mereka untuk melakukan perbuatan baik sebagaimana orang-orang sebelum mereka dapat melakukannya dengan usia mereka yang panjang, maka Allah memberikan kepadanya lailatul qadar yang lebih baik dari seribu bulan.”

أن معاذ بن جبل فال: آخر ما أوصانى به رسول الله ص.م. حينما وضعت رجلى فى الغرزان قال: احسن  خلقك للناس   يا معاذ بن جبل

“Dari Malik bahwa Muadz bin Jabal berkata: Petunjuk akhir dari Rasulullah telah disampaikan kepadaku ketika aku meletakkan kaki di Sanggurdi, ia berkata: berkelakuan baiklah kepada orang hai Muadz ibn Jabal”

  أنه بلغه أن رسول الله ص.م. كان يقول إذا أنشأت بحرية ثم تشائت فتلك عين غديقة

“Dari Malik bahwasanya telah sampai kepadanya bahwa rasul bersabda ketika awan  muncul dari arah laut dan pergi menuju Syria akan turun sejumlah hujan besar.”

F. Kitab-kitab Syarahnya        
Kitab al-Muwat}t}a’ disyarahi oleh beberapa ulama di antaranya:
1.    al-Tamhid lima fi> al-Muwat}t}a’ min al-Ma’ani wa al-Asanid karya Abu Umar ibn Abdil Bar al-Namri al-Qurtubi ( w. 463 H)
2.    Al-Istizkar fi Syarh Maz|a>hib Ulama al-Amsar karya Ibn ‘Abdil Barr (w. 463 H.)
3.    Kasyf al-Mugti fi Syarh al-Muwat}t}a’ karya Jalaluddin al-Suyuti (w. 911 H.)
4.    Tanwirul Hawalik, karya Jalaluddin as-Suyuti (w. 911 H)
5.    Syarah al-Ta’liq al-Mumajjad ala Muwatta’ Imam Muhammad karya al-Haki ibn Muhammad al-Laknawi al-Hindi
6.    al-Muntaqa karya karya Abu Walid al-Bajdi (w. 474 H.).
7.    al-Maswa karya  al-Dahlawi al-Hanafi (w. 1176 H.)
8.    Syarh al-Zarqani karya al-Zarqani al-Misri al-Maliki (w. 1014 H.)

G. Pendapat Para Ulama tentang al-Muwat}t}a’
Di antara ulama yang memberikan penilaian terhadap kitab al-Muwat}t}a’ adalah:
a. al-Syafi’i : “Di dunia ini tidak ada kitab setelah al-Qur’an yang lebih sahih daripada kitab Malik...”
b.    al-Hafiz al-Muglatayi al-Hanafi: “ Buah karya Malik adalah kitab shahih yang pertama kali”
c.    Ibn Hajar:” Kitab Malik sahih menurut Malik dan pengikutnya...”
d.    Waliyullah al-Dahlawi menyatakan al-Muwatta’ adalah kitab yang paling sahih, mashur dan paling terdahulu pengumpulannya.

H. Kritikan Orientalis terhadap al-Muwatta`
    Di antara orientalis yang memberikan kritikan terhadap karya Imam Malik adalah Joseph Schacht. Schacht meragukan otentitas hadis dalam al-Muwat}t}a’, di antara hadis yang dikritiknya adalah tentang bacaan ayat sajdah dalam khutbah Jum’ah oleh Khatib:

عن هشام ين عروة عن أبيه أن عمر بن الخطاب قرأ سجدة وهو على المنبر يوم الجمعة فنزل فسجد الناس معه ثم قرأها يوم الجمعة الأخرى. فتهيأ الناس السجود فقال على رسلكم  إن الله ثم يكتبها علينا إلا أن نشأ فلم يسجد ومنهم أن يسجد.

    Dalam pandangan Schacht, hadis tersebut putus sanadnya, padahal dalam riwayat Bukhari sanadnya bersambung. Menurutnya, dalam naskah kuno kitab al-Muwat}t}a’ terdapat kata-kata “dan kami bersujud bersama Umar”. Kata-kata ini tidak pernah diucapkan oleh Urwah, hanya dianggap ucapannya. Oleh karenanya, dari pendekatan historis berarti naskah/teks hadis lebih dahulu ada, baru kemudian dibuatkan sanadnya. Sanad tersebut untuk kemudian dikembangkan dan direvisi sedemikian rupa dan disebut berasal dari masa silam.  
    Tuduhan Schacht tersebut dibantah oleh Muhammad Mustafa A’zami, teks tersebut adalah sesuai dengan naskah aslinya, karena naskah asli tulisan Malik tidak diketemukan. Para pen-syarah al-Muwat}t}a’ seperti Ibnu ‘Abdil Barr dan az-Zarqani sama sekali tidak pernah menyinggung tentang adanya naskah kuno seperti yang disebut Schacht. Secara umum Azami menyatakan apa yang dilakukan Schacht dalam penelitian otentitas sanad dengan mengambil contoh hadis-hadis yang terdapat dalam kitab Fiqh seperti al-Muwat}t}a’ Imam Malik, al-Muwat}t}a’ al-Syaibani dan al-Umm al-Syafi’i adalah tidak tepat, karena pada umumnya metode yang dipakai dalam kitab-kitab fiqh ataupun sejarah tidak memberi data secara detail lengkap runtutan sanadnya, tetapi mencukupkan menyebutkan sumbernya atau sebagian sanadnya.
    Hal lain yang dikritisi Schacht adalah tentang 80 hadis dalam al-Muwat}t}a’ yang disebut “Untaian Sanad Emas”, Yakni Malik-Nafi’-Ibnu Umar. Schact meragukan untaian sanad tersebut, mengingat usia Malik terlalu dini (15 tahun). Apa mungkin riwayat dari anak usia 15 tahun diikuti banyak orang, sementara masih banyak ulama besar lain di Madinah. Alasan lainnya, Nafi’ pernah menjadi hamba sahaya dalam keluarga Ibnu Umar, sehingga kredibilitasnya perlu dipertanyakan.
    Hal tersebut disanggah Azami, Schacht dianggap keliru dalam menghitung usia Malik, seharusnya Schacht menghitung umur Malik saat Nafi’ wafat bukan dari tahun wafatnya Malik. Sehingga usia Malik saat itu adalah 20-24 tahun. Pada usia-usia tersebut bukan terlalu muda untuk dianggap sebagai seorang ulama. Adapun tentang  Nafi’ yang mantan budak Ibnu Umar, sebenarnya itu tidak menjadi masalah karena penerimaan seorang rawi yang paling penting adalah “dapat dipercaya”, dan Nafi dianggap orang yang paling dipercaya dalam meriwayatkan hadis dari Ibn Umar. Di samping dalam hal ini Nafi’ bukan satu-satunya orang yang meriwayatkan hadis Ibn Umar, sehingga bisa dijadikan pembanding dan mungkinkah ribuan rawi di perbagai tempat bersepakat berbohong untuk menyusun sanad tersebut?

IV. Kesimpulan
    Dari paparan di atas, ada beberapa hal yang perlu digarisbawahi:
1.    Kitab al-Muwat}t}a’ disusun Imam Malik atas usulan Khalifah Ja’far al-Mansur dan keinginan kuat dari dirinya yang berniat menyusun kitab yang dapat memudahkan umat Islam memahami  agamanya.
2.    Kitab al-Muwat}t}a’ tidak hanya menghimpun hadis Nabi, tetapi juga memasukkan pendapat sahabat, Qaul Tabi’in, Ijma’ Ahlul Madinah dan pendapat Imam Malik. Menurut Fuad Abdul Baqi, al-Muwatta’  memuat 1824 hadis dengan kualitas yang beragam dengan metode penyusunan hadis berdasar klasifikasi hukum (abwab fiqhiyyah).              
3.    Tuduhan Joseph Schacht yang meragukan ketidakotentikan hadis dalam al-Muwat}t}a’ ditangkis oleh Mustafa al-A’zami. A’zami menolak  penelitian otentitas sanad hadis dengan mendasarkan pada kitab-kitab fiqih seperti al-Muwatta’ al-Syaibani, al-Muwat}t}a’ Imam Malik dan al-Umm al-Syafi’i.Nurun Najwah

DAFTAR PUSTAKA

Abu Zahwu, Muhammad Muhammad. Al-Hadis wa al-Muhaddisun. Kairo: al-Maktabah al-    Salafiyah, t.t.
al-’Asqalani, Ibn Hajar. Tahzib al-Tahzib. Beirut: Dar al-Fikr, 1994.
‘Awadah, Muhammad, Malik ibn Anas Da>r al-Hijrah. Beirut: Da>r al-Kutub al-’Ilmiyyah,     1992.
Azami, Muhammad Mustofa, Hadis Nabi dan Sejarah Kodifikasinya, terj. Ali Mustafa     Ya’qub. Jakarta: Pustaka Firdaus, 1994.
al-Bandari, Abdul Gafur Sulaiman. Al-Mausu’ah Rijal al-Kutub at-Tis’ah. Beirut: Dar al-    Kutub at-Tis’ah. Beirut: Dar al-Kutub al-Islamiyyah, 1993.
Cholil, Moenawar. Biografi Empat Serangkai Imam Madzhab. Jakarta: Bulan Bintang,     1990.
Coulson, Noel J. Hukum Islam dalam Perspektif Sejarah, terj. Hamid Ahmad. Jakarta: P3M, 1987.
Husein, Muhammad Hamid. Kitab al-Muwatta’ “Muqaddimah”. Beirut: Dar al-Kutub al-Islamiyyah, t.th.
Ibn ‘Alwi, Muhammad. Malik ibn Anas. Al-Azhar: Majma’ al-Buhus al-Islamiyyah, 1981.
Ismail,  Muhammad Syuhudi. Cara Praktis Mencari Hadis. Jakarta: Bulan Bintang, 1991.
al-Kandahlawi, Muhammad Zakariya ibn Muhammad Yahya. Muqaddimah Aujaz al-Masalik ila Muwatta’ Malik. India: Matba’ah al-Sa’adah, 1973.
al-Khulli, Amin. Malik ibn Anas. Beirut: Dar al-Fikr, t.t.
Malik ibn Anas, al-Muwatta’, pen-tahqiq. Muhammad Fuad Abdul Baqi.
al-Suyuti, Jalaluddin. Tanwir al-Hawalik Syarh al-Muwatta’. Beirut: Dar Ihya’ Kutub al-    ’Arabiyyah, t.t.
al-Syarbasi, Ahmad. Sejarah dan Biografi Empat Imam Madzhab, terj. Sabil Huda dan A.     Ahmadi. Jakarta: Bumi Aksara, 1992.
Wensinck, Arnold John, Miftah Kunuz al-Sunnah, terj. Muhammad Fu’ad Abdul Baqi.     Lahore: Suhail, 1981.
al-Z|ahabi>, Siyar al-’Alam an-Nubala’. Beirut: Muassasah al-Risalah, 1990.
 

Rabu, 02 Mei 2012

ASSALAMUALAIKUM WR.WB
KEPADA SELURUH ANGGOTA HMJ TH DAN JUGA MAHASISWA TH FAKULTAS USHULUDDIN, BAHWA KITA HARI JUMA`T, 04 MEI 2012 AKAN MENGADAKAN PELANTIKAN PENGURUS HMJTH, HMJ AF DAN HJM PAG, OLEH KARENA ITU DIHARAPKAN KEPADA SELURUH ANGGOTA HMJ FAKULTAS USHU DAN SELURUH MAHASISWA USHU AGAR DAPAT MENGHADIRI ACARA TERSEBUT.
TERIMAH KASIH ATAS PERHATIANNYA.
BY: HUMAS HMJ TH

Selasa, 01 Mei 2012


Izinkan Aku Menangis

Jam menunjukkan pukul 21.20 malam… Kecurian. Aku tertidur sekitar 3,5 jam setelah berbuka puasa petang tadi. Seingatku aku sedang kejar-kejaran dengan waktu di etape sulit ini. Al Qur’anku belum selesai. Tapi entah mengapa, mushaf itu tetap diam disamping bantal; dekat kepalaku? Aku menyerah lagi. Kelelahan fisik dan kepenatan pikiran. Aku hendak berapologi pada diriku sendiri.
Kegundahan apakah ini? Kekhawatiran apakah ini? Kecemasan apa lagi?
Mengapa pelupuk mataku panas. Namun, aku malu untuk menumpahkan air mata. Ya, air mata bening itu hanya boleh kutunjukkan pada-Nya. Bukan untuk memperturutkan rasa dan emosi serta mengalahkan rasio yang wajar. Meski… jebol juga tanggul itu.
Aku membuka hadits ini lagi, ”Orang yang cerdas adalah orang yang merendahkan dirinya dan berbuat untuk masa setelah mati. Orang yang lemah adalah yang memperturutkan hawa nafsunya dan berharap (banyak) pada Allah”. (HR.Turmuzi, dari riwayat Syaddad bin Aus ra.)
Jika kebodohan (tidak cerdas) tidaklah berakibat kepada kemurkaan Allah? Dan ternyata pengharapan pada-Nya saja tak cukup. Sering menyerah pada diri sendiri di tengah komitmen hendak berbuat. Harapan tanpa kekuatan itu disabdakan Rasulullah Saw. sebagai kelemahan. Mengapa aku lemah?
Jika saja ini bukan di etape final. Aku boleh berharap banyak untuk menjadi sang pemenang. Jika saja aku boleh berandai, jarum jam diputar. Namun, agamaku melarang pengandaian. Benar. Konsentrasi di babak ini seringkali buyar.
Aku membuka genggaman tangan kiriku. Ya, tinggal itulah hitungan hari-hari pembekalan tahun ini. Aku tak pernah tahu, mampukah aku sampai di penghujungnya. Mampukah aku menjadi yang terbaik diantara sekian juta para pemburu satu cinta, sejuta pengampunan dan seribu keberkahan? Aku malu menanyakannya pada diriku sendiri.
Masih tersisa kedengkian. Masih ada pertanyaan sikap dan prasangka buruk. Masih juga bersemanyam ketersinggungan dan gerutu ketidakpuasan. Masih ada pandangan mata khianat. Masih ada ketajaman lidah yang melukai hati. Masih juga mengoleksi berita-berita tak bernilai. Masih saja melafazkan kata-kata tak bermakna. Lantas, apa makna tengadahan tangan di tengah malam yang diiringi isak pengharapan. Sekali lagi, pengharapan yang lemah yang kalah oleh nafsu.
Aku terduduk lemas. Alhamdulillah Allah memberi kekuatan untuk mengungkapkannya. Aku pandangi lama-lama refleksi kegundahan itu.
Aku hanya boleh bertanya, kemudian kujawab sendiri. Selain itu hanya kesunyian. Meski dunia sekelilingku ramai dengan hiruk pikuk malam. Kedai sebelah rumah masih ramai. Coffee shop masih dipenuhi orang yang asyik menonton el Ahli–mungkin–, klub kebanggaan mereka sedang berlaga. Aku dibangunkan teriakan itu. Mengapa tidak suara Syeikh Masyari Rasyid yang melantunkan surat al Qiyamah, misalnya. Atau suara siapa saja yang menembus gendang telinga ini. Namun, melantunkan suara pengharapan yang kuat yang bisa menembus langit-Nya.
Atau suara-suara dari rumah-Nya yang dipenuhi isakan harapan hamba-hamba-Nya yang berlomba memburu seribu keberkahan dan sejuta pengampunan. Atau senyuman malaikat yang menyaksikan bocah-bocah kecil yang menahan kantuk berdiri sambil memegangi mushaf kecil dipojok-pojok masjid.
Sebagaimana aku boleh berharap di penghujung hari pembekalan ini, aku menjadi sang jawara. Namun, aku malu untuk berharap demikian. Sebagaimana aku juga boleh berharap menutup hariku di dunia dengan syahadah di jalan-Nya. Toh, semua menjadi misteri yang tak terjawab.
Ya, Khalid bin Walid pun yang sangat pemberani akhirnya menutup harinya di atas pembaringan. Lantas, tidakkah malu aku membandingkan pengaharapanku dengan kelemahan diriku menghadapi diri sendiri.
Sebagaimana aku mengandaikan bidadari surga. Apakah ia takkan cemburu dan marah dengan pandangan khianatku pada hal-hal yang tak seharusnya kulihat.
Sebagaimana aku berharap istana megah setelah matiku. Sudah berapakah aku menabung untuk itu. Sementara hidupku dipenuhi ambisi dan obsesi yang penuh dengan tabungan materi dan memegahkan istana duniaku. Dan aku telah mencintai dunia itu.
Sebagaimana aku berharap menikmati seteguk susu dari aliran sungai di surga-Nya. Aku lalai mengumpulkan “dana” untuk membelinya. Juga madu dan jus mangga.
Sebagaimana aku tetap berharap ingin terus mencicipi delima merah dan jeruk sankis serta buah khukh di masa setelah kefanaan ini. Tapi aku terlalu terpana oleh keindahannya yang sementara. Entah berapa tahun, bulan, hari atau bahkan hitungan detik aku masih bisa melihatnya di toko buah-buahan di sebelah rumahku.
Aku memaknai keterlaluan yang fatal ini dengan sikap yang tidak seimbang. Khayalanku dipenuhi pengaharapan. Namun, hatiku disesaki kelemahan. Akibatnya seluruh organ tubuhku lemah. Mata, telinga, mulut, kaki, tangan… semua menolak untuk diajak menggapai cinta-Nya.
Etape final ini banyak tikungan tajam. Dan aku terjatuh. Putaran roda keinginan tersebut trrgelincir oleh kerikil kecil bernama kelalaian. Alhamdulillah, aku masih bisa bangkit meneruskan perjalanan. Meski aku tahu, kini aku jauh tertinggal. Aku belum bisa menjadi yang terbaik. Tapi aku masih bisa berharap untuk menjadi baik. Karena aku masih bersama orang-orang baik bahkan mereka ada di depanku; orang-orang terbaik itu.
Aku masih harus melewati tikungan tajam lainnya. Tergesa-gesa, kecerobohan, cinta dunia, rasionalisasi kesalahan, buruk sangka. Namun, aku masih punya bekal. Cinta, hati nurani dan bahan bakar ketelitian serta nasihat orang-orang shalih. Dan tikungan tajam yang paling membahayakan di akhir etape ini adalah: menduakan cinta-Nya. Ada cinta lain yang menyesak hendak menggeser kemuliaan itu.
Ada beberapa materi terakhir di ujian final ini: menanggalkan kesombongan dan ingin dipuji serta disanjung berlebihan. Menanggalkan kecintaan dunia yang berlebihan dengan qanaah dan tawadhu’.
Tiba-tiba aku ingin menangis. Namun, aku tak mampu. Ya Allah aku ingin mengeluarkan air mata ini untuk-Mu. Aku khawatir kesulitan ini tersendat karena kemurkaan-Mu.
Air bening itu tersendat. Jangan-jangan karena kesalahanku. Karena tumpukan-tumpukan egoisme. Karena tumpukan-tumpukan kotoran buruk sangka. Karena tumpukan-tumpukan gerutu. Karena tumpukan-tumpukan doa-doa yang kosong. Terkunci oleh hawa nafsu.
Jika demikian, jangan Kau murkai hamba ini ya Allah. Hamba masih terus berharap pembebasan dari murka-Mu di hari-hari pembebasan ini.
“… dan sepertiga terakhirnya adalah pembebasan dari api neraka,” demikian Rasulullah Saw. menjelaskan karakteristik bulan pembekalan ini. Ya Allah, jadikanlah nama hamba ada dalam daftar pembebasan itu. Juga nama kedua orang tua hamba, keluarga hamba, para guru hamba, saudara-saudara hamba serta siapa saja yang mempunyai hak atas hamba. Amin.
BY. ABROR