Jumat, 27 April 2012

BIOGRAFI IMAM AL-BUKHORI DAN PEMIKIRANNYA


Pembahasan
A.    Sejarah Hidup Imam Bukhari
a.      Nasab
Nama lengkap imam Bukhori adalah abu Abdullah bin Muhammad bin ismail bin Ibrahim bin al-Mugirah bin bardizbah al-Ju’fi[1]. Kakeknya Bardizbah adalah pemeluk majusi, agama kaumnya. Kemudian putranya al-Mugirah memeluk agama islam di bawah bimbingan al-Yaman al-Ja’fi gubernur Bukhara. Karena itulah ia dikatakan al-Mugirah al-Ja’fi.
            Sedangkan kakeknya Ibrahim tidak terdapat data yang menjelaskan[2].Mengenai ayahnya ismail seorang ulama besar yang tekun dan ulet dalam menuntut ilmu.Ia sempat berguru kepada imam Malik bin Anas, Hammad bin Zaid dan Abdullah al-Mubarak[3].Hadis-hadisnya diriwayatkan oleh ulama irak dan riwayat hidupnya telah dipaparkan ibn hibban daam kitab as-Siqat begitu juga putranya imam Bukhari membuat biografinya dalam kitab at-Tarikh al-Kabir.[4]
Ayah imamBukhari di samping seorang berilmu juga ia sangat wara’[5]. Dengan demikian, jelaslah bahwa Bukhari hidup dalam lingkungan keluarga berilmu, ta’at beragama dan wara’ tidak heran bila mewarisi sifat-sifat mulia dari ayahnya itu.
Imam Bukhari dilahirkan di Bukhara setelah shalat jum’at 13 syawal 194 H[6].ayahnya meninggal di waktu dia masih kecil dan meninggalkan banyak harta yang memungkinkan ia hidup dalam pertumbuhan dan perkembangan yang baik.Karena itu, dia dirawat dan didik oleh ibunya dengan tekun dan penuh perhatian[7].Imam Bukhari pada masa kecilnya pernah mengalamu buta sehingga ibunya merasa sangat sedih, dan senantiasa berdoa kepada Allah SWT untuk kesembuhannya.Kemudian allah swt menyembuhkan penyakit anaknya.
Imam Bukhoriwafat pada malam idul fitri 256 H (31 agustus 870 M) pada usia 62 tahun kurang 13 hari. Sebelum meninggal dunia ia berpesan bahwa jika meninggal nanti jenazahnya agar dikafani tiga helai kain, tanpa baju dan tidak memakai sorban. Pesan itu dilaksanakan masyarakat setempat. Jenazahnya dikebumikan lepas zuhur hari idul fitri, sesudah ia melewati perjalanan hidup panjang yang penuh dengan berbagai amal mulia. Semoga allah melimpahkan rahmat dan ridhanya kepadanya.
b.                      Guru-Gurunya
Pengembaraannya keberbagai negeri telah mempertemukannya dengan guru-guru yang berbobot dan dapat dipercaya yang berjumlah banyak.Imam bukhari berkata aku menulis hadis yang diterima dari 1. 080 orang guru semuanya adalah ahli hadis yang berprndirian bahwa iman dan ucapan dan perbuatan. Diantara guru-guru besarnya itu adalah Ali ibn Al-Madini, Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma’in, Muhammad bin Yusuf al-Faryaby, Maki bin Abrahim al-Balkhi,Muhammadbin Yusuf al-Bikandy dan ibn rahawaih. Guru-guru yang yang hadisnya diriwayatkan dalam kitab shahihnya sebanyak 289 orang guru[8].
c.       Murid-Muridnya
Tidak dapat dihitung dengan pasti berapa jumlah  orang yang meriwayatkan hadis dari imam Bukhari, sehingga ada yang mengatakan bahwa kitab shahih Bukhari di dengar langsung oleh Sembilan puluh ribu orang (Muqaddimah Fat-Hul Bary, jilid II). Diantara sekian banyak muridnya yang paling popular adalah muslim bin al- Hajjaj, tirmizi, an-Nasai, ibn khuzaimah, abi daud, Muhammad bin yusuf al-Firabi, Ibrahim bin ma’qil, hammad bin syakir al-Nasawi, dan Mansur bin Muhammad al-Bazdawi. Empat orang yang terakhir ini merupakan yang paling masyhur sebagai perawi kitab shahih Bukhari.

d.      Karya-Karyanya
Karya tulis imam cukup banyak, diantaranya yang paling popular adalah:
1.      Al-Jami’ as-Shahih (shahih Bukhori)
2.      Al-adab al-Mufrad
3.      At-Tarikh as-Shagir
4.      At-tarikh al-Awsath
5.      At-tarikh al-Kabir
6.      Al-Musnad al-Kabir
Di antara kitab-kitab tersebut sebagian sudah di cetak, sebagian lain masih berupa tulisan tangan.
e.       Pengembaraanya Keberbagai Negeri
Al-Zahabi menyatakan bahwa pertama kali Bukhori memperoleh periwayatan hadis dari luar negerinya pada tahun 215 H setelah mengadakan lawatannya yang dimulai sejak tahun 210 H ke berbagai wilayah dan hamper semua Negara islam telah dikunjungi imam Bukhori pernah berkata “saya telah mengunjungi syam, mesir, dan jazirah masing-masing dua kali, ke basyrah empat, dan menetap di hijaj selama enam tahu waktu -waktu ia pergi ke madinah.Dikedua tanah suci inilah ia meulis sebagian karya-karyanya yang menyusun dasar-dasar kitab al-jami’ as-shahih dan pendahuluannya.Pada tahun 210 H Bukhori berangkat menuju baitullah untuk menunaikan ibadah haji, disertai ibu dan saudaranya, sepulang dari haji imam Bukhori memilih makkah sebagai tempat tinggalnya. Dan sewaktu-waktu ia pergi kemadinah. Di kedua tanah suci itulah ia menulis sebagian karya-karyanya dan menyusun dasar-dasar kitab jami’ shahih Bukhori.
Setiap kebaikan apasti ada tantangan begitulah yang ilami beliau. Beberapa kelompok menuduhnya sebagai orang yang berfatwa bahwa qur’an adalah makhluk. Hal inilah yang menimbulkan timbulnya kebencian dan kemarahan gurunya az-zihly kepadanya, sehingga gurunya berkata barang siapa berpendapat bahwa al-quran adalah makhluk maka ia adalah ahli bid’ah. Sehinnga orang-orang mulai menjauhi majlisnya. Pada keyatannaya imam ini sama sekali tidak pernah mengatakan hal ini. Sehingga beliau berkata barang siapa yang menuduhku berpendapat bahwa lafas-lafas al-qur’an adalah makhluk, ia adalah pendusta.Sampai-sampai gurunya az-zihli berkata lelaki itu (Bukhori) tidak boleh tinggal bersamaku di negeri ini.Karna Bukhori berpendapat hal itu lebih baik bagi dirinya dengan sabar imam bukhhori memutuskan keluar dari negeri ini[9].Karena beliau mengalami pengusiran beberapa kali, maka beliau memilih untuk kembali ke daerah Khartanka yaitu sebuah wilayah bagian dari negeri Samarkand (sekarang menjadi ibukota negara Uzbekistan di Asia Tengah). Beliau pergi ke daerah tersebut karena banyak dari karib kerabatnya yang tinggal di daerah tersebut. Beliau merasakan bahwa hidup ini terasa berat sekali, dan bumi yang luas terasa sempit bagi beliau. Hingga pada suatu malam tatkala beliau selesai menunaikan shalat malam (Tahajud), beliau berdoa kepada Allah agar diberikan jalan yang terbaik baginya. Kemudian beberapa hari setelah itu beliau mengalami sakit yang cukup keras. Dan Allah mengetahui betapa berat penderitaan yang dialami oleh salah seorang hamba-Nya yang sholeh ini.
B.     Pemikiran Hadis Imam Bukhori
a.      Kecerdasan dan Keunggulannya
Keunggulan imam Bukhorisudah terlihat sejak masa kecilnya. Ia dianugerahkan kepadanya hati yang cerdas, fikiran yang tajam dan daya hafalan yang sangat kuat.Teristimewa dalam menghafal hadis. Ketika masih berusia 10 tahun ia sudah banyak hafal hadis. Kemudian ia banyak menemui para ulama dan tokoh-tokoh negerinyaa untuk memperoleh dan belajar hadis, bertukar fikiran dan berdiskusi dengan mereka. Pada usianya belum mencapai sepuluh tahun, imam Bukhori mulai belajar hadis. Jadi, tidak mengherankan ia telah hafal matan dan perawi hadis dalam usia 16 tahun ia sudah hafal kitab sunan ibn Mubarak dan Waski, dan juga mengetahui pendapat-pendapat ahli ra’yi dan dasar-dasar mazhabnya. Kekuatan, ketajaman dan kejernihan fikirannya dapat dibuktikan ketika ia tiba di bagdad ahli-ahli hadis di sana menguji kemampuannya dengan mengambil 100 hadis dengan sanad dan matan yang diacak.Namun kesemua pertanyaan tentang hadis-hadis tersebut, dijawab oleh beliau dengan kata-kata saya tidak tahu[10] sehingga selesai mengadakan pertanyaan yang nadanya menguji kemampuan al-Bukhori di bidang pengetahuan hadis.Tentu saja jawaban ini membuat para ulama bagdad bingung. Barulah hadis itu dirangkai ulang dalam keadaan utuh sesuai urutan pertanyaan tersebut. Imam Bukhori pernah ditanya oleh Muhammad bin abu hatim al-Warraq, apakah kamu hafal sanad dan matan dari setiap hadis yang terdapat dalam kiatabmu (maksudnya kitab shahih Bukhori), jawabnya semua hadis yang terdapat dalam kitab saya tidak ada sedikit pun yang samar bagi saya, jawabnya tanpa ragu[11].
b.      Sifat-Sifat Imam Bukhori
`Beliau adalah seorang yang bernbadan kurus, perawakan sedang tidak terlalu tinggi juga tidak pendek, kulitnya agak kecoklatan dan sedikit sekali makan.Ia sangat pemalu namun ramah, dermawan, menjauh dari kesenangan dunia dan akhirat. Rajin bersedeqah terlebih-lebih untuk kepentingan pendidikan.
Imam ini sangat hati-hati dan sopan dalam berbicara dan dalam mencari kebenaran yang hakiki di saat mengkritik para perawi. Terhadap para perawi yang jelas kebohongannya ia cukup berkata (فيه نظر) perlu dipertimbangkan, (تركوه) para ulama meninggalkannya. Meskipun sangat sopan dalam mengkritik,namun ia banyak meninggalkan hadis yang diriwayatkan seseorang hanya karena orang itu diragukan.
c.       Kebanggaan Imam Bukhori Dengan Ilmu
Imam yang memiliki jiwa mulia, kehormatan dan reputasi tinggi, dan sangat membanggakn dan memuliakan ilmu serta senantiasa menjaga agar ilmunya itu tidak direndahkan dan dibawa-bawa ketempat penguasa atau sultan[12]..




C.     Kitab al-Jam’i al-Shahih
1.      Nama Kitab
Judul lengkapnya adalah al-Jami' al-Musnad al-Shahih al-Mukhtashar min umur Rasulillah wa Sunanih wa Ay-yamihi.beliau membutuhkan waktu enam belas tahun untuk me-nyelesaikan karangan ini. Beliau telah menyusun kerangka buku ini pada saat dia berada di Makkah di dalam Masjid Al-Haram, ke-mudian beliau meneruskan kerja ini secara berkesinambungan dan akhirnya, karya tersebut dapat beliau selesaikan di Masjid al-Nabawi, Madinah.
Untuk setiap hadis yang beliau seleksi dan masukkan ke dalam buku Shahih-ny&, Imam Bukhari selalu berwudlu kemudian melakukan shalat nafilah (sunah) dan beristikharah. Lalu, jika Imam Bukhari sudah merasa cukup dalam melakukan penye-leksian, maka ia memasukkan hadis tersebut ke dalam buku Shahih-nya.
2.      Jumlah Hadis Dalam Shahih al-Bukhari
Imam Bukhari berkata ”aku menyusun kitab jami’ al-Musnad as-Sahih ini selama 16 tahun. Ia merupakan hasil seleksi dari 600.000 buah hadis. Ibnu shalah dalam muqaddimahnya berkata jumlahnya sebanyak 7. 275 hadis termasuk yang berulang atau 4.000 hadis tanpa pengulangan perhitungan ini di ikuti imam nawawi dalam kitab at-Taqrib[13].
3.      Metode Revisi Beliau
Para pengarang seringkali melakukan perombakan terhadap hasil karyanya dan memasukkan unsur-unsur tambahan, begitu juga yang dilakukan Imam Bukhari.Beliau mengungkapkan bahwa beliau merevisi karyanya sebanyak tiga kali.Kita tahu bahwa buku Tarikh Kabirnya telah diterbitkan sebanyak tiga kali, dan setiap edisi mengalami sedikit perubahan dan edisi yang terakhir adalah yang paling akurat. Hal yang sama juga beliau lakukan terhadap buku Shahih Al-Bukhari. Beliau masih melakukan perubahan menambahkan, dan mengurangi, terkadang beliau menambahkansyarat-syarat Keshahihan Hadis menurut Bukhari telah menggariskan beberapa syarat yang tegas untuk hadis shahih:
1.    Perawi harus memenuhi tingkat kriteria yang paling tinggi dalam hal watak pribadi, keilmuan dan standar akademis.
2.    Harus ada informasi positif tentang para perawi yang menerangkan bahwa mereka saling bertemu muka, dan para murid belajar langsung dari syaikh hadits-nya.
Adalah sukar untuk melengkapi data tentang setiap tokoh ulama. Sungguh kita tidak mempunyai informasi yang lengkap tentang daftar murid-murid para tokoh. Terdapat perbedaan pendapat yang berkaitan dengan hal ini antara Bukhari dan Muslim. Menurut opini Muslim, jika dua orang perawi hidup semasa di mana mereka ada kemungkinan saling belajar-mengajar walaupun kita tidak mendapatkan informasi positif tentang pertemuan klasikal mereka kita dapat menerima hadis-hadis mereka dengan pertimbangan bahwa mereka tidak melakukan tadlis, terhadap isnad yang bersambung. Bukhari tidak setuju dengan pendapat ini. Beliau dengan tegas mensyaratkan bukti positif tentang belajar-mengajar mereka. Bukhari tidak dapat memberikan toleransi ke-tegasan ini, dan menuntut penyelidikan yang lebih jauh dalam menyeleksi para tokoh ahli hadis.
4.      Kriteria dalam Penyeleksian Materi
Kebanyakan ulama penyusun dari enam buku hadis yang pokok tidak menjabarkan kriteria mereka dalam menyeleksi materi yang dimuat di dalamnya, kecuali hanya dengan sepatah kata yang bertebaran di sana-sini. Namun masih memungkinkan kita untuk berkesimpulan demikian. Dua orang ulama abad keenam Hijriah, Hazami dan Maqdisi telah mengkaji masalah ini. Mereka telah mempelajari kualitas perawi yang hadis-hadis mereka telah disalin di dalam buku-buku tersebut, dan mereka mencoba menemukan patokan umum. Hazami mengatakan bahwa para ulama itumempunyai kriteria tertentu dalam menerima seorang penutur yang hadis-hadisnya dinukilkan ke dalam buku-buku mereka. Se-bagai contoh adalah seseorang yang ingin menukilkan hadis sahih semata harus hati-hati terhadap perawi, syaikh dan posisi mereka. Terkadang seorang perawi adalah sebagai seorang murid yang ber-kualitas tinggi pada saat meriwayatkan hadis, namun, ternyata dia melakukan kesalahan pada saat menuturkan hadis dari syaikh yang lainnya. Dalam kasus ini, hadis yang dinukilkan pertama kali dapat diterima, sementara pada kasus kedua, hadis-hadisnya harus ditolak. Jika kita ingin melakukan contoh yang dapat dibandingkan dengan kasus di atas, mari kita menyimak kasus seorang mahasiswa yang mengambil mata kuliah dari dua orang profesor yang berbeda. Si mahasiswa dapat mencapai nilai yang memuaskan untuk mata kuliah yang diasuh oleh dosen pertama, namun ternyata dia gagal untuk mendapatkan prestasi yang sama dari dosen yang lain. Tetapi kenyataan juga bahwa seorang mahasiswa dapat mencapai nilai "A" untuk setiap mata kuliah apa saja dan yang diasuh oleh dosen siapa saja. Kenyataan seperti ini telah diamati oleh para ulama terdahulu. Untuk mene-rangkan hal ini lebih sederhana, Hazami telah membuat contoh Zuhri yang mempunyai banyak murid. Hazami membagi mereka menjadi lima kategori:
1.    Perawi dari Zuhri yang mempunyai kualitas akurasi ke-takwaan yang tinggi, hifdh (kuat hafalan) dan pergaulan cukup lama dengan Zuhri, dengan menyertai beliau dalam setiap pengem-baraannya.
2.    Kelompok kedua adalah 'ad/ seperti kelompok pertama. Hanya saja mereka tidak banyak meluangkan waktu menyertai Zuhri untuk dapat menghafalkan hadis-hadis yang diriwayatkan darinya. Mereka ditempatkan sedikit di bawah kategori pertama.
3.    Mereka yang banyak menghabiskan waktu bersama Zuhri seperti kelompok pertama, hanya saja mereka mendapatkan kritik dari para ulama.
4.    Mereka yang dikritik oleh para ulama, sementara itu mereka tidak banyak menghabiskan waktu untuk menghadiri pertemu-an kuliah yang diberikan Zuhri.
5.    Mereka yang berpredikat perawi yang lemah, atau tidak1dikenal oleh para ulama terdahulu.
Di dalam Shahih-nya, Imam Bukhari selalu menuliskan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh kelompok pertama, walaupun terkadang beliau juga meriwayatkan hadis dari kelompok kedua. Imam Muslim terkadang meriwayatkan hadis dari perawi kelompok ketiga. Di lain pihak, Nasa'i dan Abu Dawud sering me-ngutip hadis-hadis yang diriwayatkan oleh kelompok pertama, kedua, dan ketiga. Abu Dawud kadang-kadang meriwayatkan hadis yang diriwayatkan oleh kelompok keempat. Tirmidzi membuku-kan hadis-hadis yang dituturkan oleh kelompok pertama, kedua, ketiga,  dan keempat, namun  beliau menerangkan kelemahan perawi. Cara seperti ini tidak umum diterapkan oleh Nasa'i dan Abu Dawud.
Hanya saja suatu kenyataan bahwa tidak semua ulama terkenal seperti Zuhri, juga mempunyai jumlah murid yang banyak. Oleh sebab itu, petunjuk yang saya tuliskan di sini, yang mengangkat contoh kelompok murid dari ulama tertentu hanya dapat diterapkan kepada ulama termasyhur yang mempunyai banyak murid. Tentang kasus ulama yang hanya mempunyai sedikit murid, Bukhari dan Muslim menerima hadis-hadis yang dituturkan oleh perawi yang mempunyai kualifikasi ketakwaan dan kejujuran. Oleh sebab itu, mereka terkadang membukukan sebuah hadis walaupun perawinya tidak mempunyai saksi (teman) lainnya yang Unit meriwayatkan hadis yang sama. Hal itu mereka lakukan, jika mereka meyakini tingkat ketakwaan perawi yang telah diuji dalam materi hadis lainnya. Hanya saja dalam kebanyakan peristiwa, mereka membukukan hadis-hadis para tokoh yang terpercaya (tsiqah) yang telah dibuktikan melalui kesaksian murid-murid lainnya.15
5.      Terjemahan Shahih
Kitab Shahih Bukhari telah diterjemahkan ke dalam pelbagai bahasa, baik secara keseluruhan ataupun sebagian. sirah Shahih Bukhari Beratus-ratus buku syarah telah ditulis untuk menjabarkan buku ini, di antaranya ada yang mencapai dua puluh lima jilid. Kitab-kitab syarah yang terbaik adalah: Fath al-Bari karangan Ibnu Hajar (w. 852 H); 'Umdah al-Qari oleh 'Ayni (w. 855 H); Irsyad al-Sari oleh Qasthallani (w. 923 H).
6.      Kritik Terhadap Bukhari
Banyak ulama mengkritik karya Bukhari. Kritik berkenaan tentang delapan puluh perawi dan 110 hadis.16 Kritik menunjukkan bahwa walaupun hadis-hadis tersebut tidak bercacat (salah atau palsu) namun, ia tidak memenuhi standar tinggi yang telah digariskan oleh Bukhari.  Sebagai contoh perbandingan, katakanlah bahwa sejumlah sekolah tinggi tidak menerima calon mahasiswa yang mempunyai peringkat di bawah nilai "A", namun setelah pengamatan yang saksama, ternyata mereka menerima sejumlah calon yang mem¬punyai peringkat lebih rendah, katakanlah peringkat "C". Kritik ini mengimplikasikan bahwa peringkat yang paling tinggi telah diberikan kepada Bukhari setelah melalui pengujian yang ketat. Namun terlihat bahwa dalam menerima penuturan ulama hadis yang peringkatnya lebih rendah, beliau mempunyai bukti yang lain yang dapat meyakinkan dan memuaskan beliau tentang ketepatan dan kebenaran hadis yang diterima.
Tirmidzi yang berkomentar tentang Abu Layla mengatakan, "Muhammad bin Isma'il (al-Bukhari) berkata bahwa Ibnu Abu Layla adalah seorang yang terpercaya (shaduq) namun saya tidak meriwayatkan satu hadis pun melaluinya. Tidak diketahui mana hadisnya yang benar dan keliru. Para ulama yang mempunyai predikat seperti ini, saya tidak menukilkan hadis melaluinya."17 berarti bahwa ulama peringkat ini tidak diterima oleh Bukl kecuali jika beliau menemukan kenyataan lainnya untuk kategorikan hadis Abu Layla sebagai hadis shahih. Sebagai contoh, jika Bukhari mendapatkan salinan lama dan asli dari guru (syaikh) Abu Layla, kemudian nantinya ditemukan bahwa Bukhari meriwayatkan hadis tersebut, hal itu karena beliau yakin bahwa Abu Layla tidak lagi melakukan kekeliruan dalam menukilkan hadis-hadis itu.  Semoga Allah membalas kebaikan mereka begitu juga kita.

Daftar Pustaka
Al-BukhoriMuhammad Bin Ismail, Al-Jami’ Al-Shahih, Madinah Al-Munawwarah, Dar At-Thuq An-Najat Pdf, T. Th
Dzulmani, Mengenal Kitab-Kitab Hadis, Yogyakarta: Insan Madani, 2008
Soetari Ending, Otentisitas Hadis, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004


[1]Shahih Imam Bukhori, Jilid I, Hal. 8
[2]Muhammad Abu Syuhbah, Kitab Hadis Shahih Yang Enam,Pustaka Litera Antarnusa, Bogor 1991 
[3]Dzulamani, Mengenal Kitab-Kitab Hadis. Pustaka Insan Madani, Yokyakarta, 2008 Hal. 45
[4]Ibid
[5]Shahih Bukhari, Hal. 8
[6]Ibid
[7]Ibid Kitab Hadis Shahih Yang Enam, Hal. 36
[8]Ibid Hal 41
[9]Kitab-Kitab Shahih Yang Enam, Hal 39
[10]Otentisitas Hadis, Hal 194
[11]Mengenal Kitab-Kitab HadisHal 46
[12]IbidHal 44 
[13]Mengenak Kitab Hadis, Hal 50

3 komentar: