Pembahasan
A.
Sejarah Hidup Imam Bukhari
a.
Nasab
Nama lengkap imam Bukhori adalah abu Abdullah bin Muhammad bin
ismail bin Ibrahim bin al-Mugirah bin bardizbah al-Ju’fi[1]. Kakeknya
Bardizbah adalah pemeluk majusi, agama kaumnya. Kemudian putranya al-Mugirah
memeluk agama islam di bawah bimbingan al-Yaman al-Ja’fi gubernur Bukhara.
Karena itulah ia dikatakan al-Mugirah al-Ja’fi.
Sedangkan kakeknya Ibrahim tidak
terdapat data yang menjelaskan[2].Mengenai
ayahnya ismail seorang ulama besar yang tekun dan ulet dalam menuntut ilmu.Ia
sempat berguru kepada imam Malik bin Anas, Hammad bin Zaid dan Abdullah
al-Mubarak[3].Hadis-hadisnya
diriwayatkan oleh ulama irak dan riwayat hidupnya telah dipaparkan ibn hibban
daam kitab as-Siqat begitu juga putranya imam Bukhari membuat
biografinya dalam kitab at-Tarikh al-Kabir.[4]
Ayah imamBukhari di samping seorang berilmu juga ia sangat wara’[5].
Dengan demikian, jelaslah bahwa Bukhari hidup dalam lingkungan keluarga berilmu,
ta’at beragama dan wara’ tidak heran bila mewarisi sifat-sifat mulia dari
ayahnya itu.
Imam Bukhari dilahirkan di Bukhara setelah shalat jum’at 13 syawal 194
H[6].ayahnya
meninggal di waktu dia masih kecil dan meninggalkan banyak harta yang
memungkinkan ia hidup dalam pertumbuhan dan perkembangan yang baik.Karena itu,
dia dirawat dan didik oleh ibunya dengan tekun dan penuh perhatian[7].Imam
Bukhari pada masa kecilnya pernah mengalamu buta sehingga ibunya merasa sangat
sedih, dan senantiasa berdoa kepada Allah SWT untuk kesembuhannya.Kemudian
allah swt menyembuhkan penyakit anaknya.
Imam Bukhoriwafat pada malam idul fitri 256 H (31 agustus 870 M)
pada usia 62 tahun kurang 13 hari. Sebelum meninggal dunia ia berpesan bahwa
jika meninggal nanti jenazahnya agar dikafani tiga helai kain, tanpa baju dan
tidak memakai sorban. Pesan itu dilaksanakan masyarakat setempat. Jenazahnya
dikebumikan lepas zuhur hari idul fitri, sesudah ia melewati perjalanan hidup
panjang yang penuh dengan berbagai amal mulia. Semoga allah melimpahkan rahmat
dan ridhanya kepadanya.
b.
Guru-Gurunya
Pengembaraannya keberbagai negeri telah mempertemukannya dengan
guru-guru yang berbobot dan dapat dipercaya yang berjumlah banyak.Imam bukhari
berkata aku menulis hadis yang diterima dari 1. 080 orang guru semuanya adalah
ahli hadis yang berprndirian bahwa iman dan ucapan dan perbuatan. Diantara
guru-guru besarnya itu adalah Ali ibn Al-Madini, Ahmad bin Hanbal, Yahya bin Ma’in,
Muhammad bin Yusuf al-Faryaby, Maki bin Abrahim al-Balkhi,Muhammadbin Yusuf al-Bikandy
dan ibn rahawaih. Guru-guru yang yang hadisnya diriwayatkan dalam kitab
shahihnya sebanyak 289 orang guru[8].
c.
Murid-Muridnya
Tidak dapat
dihitung dengan pasti berapa jumlah
orang yang meriwayatkan hadis dari imam Bukhari, sehingga ada yang
mengatakan bahwa kitab shahih Bukhari di dengar langsung oleh Sembilan puluh
ribu orang (Muqaddimah Fat-Hul Bary, jilid II). Diantara sekian banyak
muridnya yang paling popular adalah muslim bin al- Hajjaj, tirmizi, an-Nasai,
ibn khuzaimah, abi daud, Muhammad bin yusuf al-Firabi, Ibrahim bin ma’qil,
hammad bin syakir al-Nasawi, dan Mansur bin Muhammad al-Bazdawi. Empat orang
yang terakhir ini merupakan yang paling masyhur sebagai perawi kitab shahih
Bukhari.
d.
Karya-Karyanya
Karya tulis imam cukup banyak,
diantaranya yang paling popular adalah:
1.
Al-Jami’
as-Shahih (shahih Bukhori)
2.
Al-adab
al-Mufrad
3.
At-Tarikh
as-Shagir
4.
At-tarikh
al-Awsath
5.
At-tarikh
al-Kabir
6.
Al-Musnad
al-Kabir
Di
antara kitab-kitab tersebut sebagian sudah di cetak, sebagian lain masih berupa
tulisan tangan.
e.
Pengembaraanya Keberbagai Negeri
Al-Zahabi menyatakan bahwa pertama kali Bukhori memperoleh
periwayatan hadis dari luar negerinya pada tahun 215 H setelah mengadakan
lawatannya yang dimulai sejak tahun 210 H ke berbagai wilayah dan hamper semua
Negara islam telah dikunjungi imam Bukhori pernah berkata “saya telah
mengunjungi syam, mesir, dan jazirah masing-masing dua kali, ke basyrah empat,
dan menetap di hijaj selama enam tahu waktu -waktu ia pergi ke madinah.Dikedua
tanah suci inilah ia meulis sebagian karya-karyanya yang menyusun dasar-dasar
kitab al-jami’ as-shahih dan pendahuluannya.Pada tahun 210 H Bukhori berangkat
menuju baitullah untuk menunaikan ibadah haji, disertai ibu dan saudaranya,
sepulang dari haji imam Bukhori memilih makkah sebagai tempat tinggalnya. Dan
sewaktu-waktu ia pergi kemadinah. Di kedua tanah suci itulah ia menulis
sebagian karya-karyanya dan menyusun dasar-dasar kitab jami’ shahih Bukhori.
Setiap
kebaikan apasti ada tantangan begitulah yang ilami beliau. Beberapa kelompok
menuduhnya sebagai orang yang berfatwa bahwa qur’an adalah makhluk. Hal inilah
yang menimbulkan timbulnya kebencian dan kemarahan gurunya az-zihly kepadanya,
sehingga gurunya berkata barang siapa berpendapat bahwa al-quran adalah makhluk
maka ia adalah ahli bid’ah. Sehinnga orang-orang mulai menjauhi majlisnya. Pada
keyatannaya imam ini sama sekali tidak pernah mengatakan hal ini. Sehingga
beliau berkata barang siapa yang menuduhku berpendapat bahwa lafas-lafas al-qur’an
adalah makhluk, ia adalah pendusta.Sampai-sampai gurunya az-zihli berkata
lelaki itu (Bukhori) tidak boleh tinggal bersamaku di negeri ini.Karna Bukhori
berpendapat hal itu lebih baik bagi dirinya dengan sabar imam bukhhori
memutuskan keluar dari negeri ini[9].Karena beliau mengalami pengusiran beberapa kali, maka
beliau memilih untuk kembali ke daerah Khartanka yaitu sebuah wilayah bagian
dari negeri Samarkand (sekarang menjadi ibukota negara Uzbekistan di Asia
Tengah). Beliau pergi ke daerah tersebut karena banyak dari karib kerabatnya
yang tinggal di daerah tersebut. Beliau merasakan bahwa hidup ini terasa berat
sekali, dan bumi yang luas terasa sempit bagi beliau. Hingga pada suatu malam
tatkala beliau selesai menunaikan shalat malam (Tahajud), beliau berdoa kepada
Allah agar diberikan jalan yang terbaik baginya. Kemudian beberapa hari setelah
itu beliau mengalami sakit yang cukup keras. Dan Allah mengetahui betapa berat
penderitaan yang dialami oleh salah seorang hamba-Nya yang sholeh ini.
B. Pemikiran Hadis Imam Bukhori
a. Kecerdasan dan Keunggulannya
Keunggulan imam Bukhorisudah terlihat sejak
masa kecilnya. Ia dianugerahkan kepadanya hati yang cerdas, fikiran yang tajam dan daya hafalan yang sangat kuat.Teristimewa
dalam menghafal hadis. Ketika masih berusia 10 tahun ia sudah banyak hafal
hadis. Kemudian ia banyak menemui para ulama dan tokoh-tokoh negerinyaa untuk
memperoleh dan belajar hadis, bertukar fikiran dan berdiskusi dengan mereka. Pada
usianya belum mencapai sepuluh tahun, imam Bukhori mulai belajar hadis. Jadi,
tidak mengherankan ia telah hafal matan dan perawi hadis dalam usia 16 tahun ia
sudah hafal kitab sunan ibn Mubarak dan Waski, dan juga mengetahui
pendapat-pendapat ahli ra’yi dan dasar-dasar mazhabnya. Kekuatan,
ketajaman dan kejernihan fikirannya dapat dibuktikan ketika ia tiba di bagdad
ahli-ahli hadis di sana menguji kemampuannya dengan mengambil 100 hadis dengan
sanad dan matan yang diacak.Namun kesemua pertanyaan tentang hadis-hadis
tersebut, dijawab oleh beliau dengan kata-kata saya tidak tahu[10]
sehingga selesai mengadakan pertanyaan yang nadanya menguji kemampuan al-Bukhori
di bidang pengetahuan hadis.Tentu saja jawaban ini membuat para ulama bagdad
bingung. Barulah hadis itu dirangkai ulang dalam keadaan utuh sesuai urutan
pertanyaan tersebut. Imam Bukhori pernah ditanya oleh Muhammad bin abu hatim
al-Warraq, apakah kamu hafal sanad dan matan dari setiap hadis yang terdapat
dalam kiatabmu (maksudnya kitab shahih Bukhori), jawabnya semua hadis yang
terdapat dalam kitab saya tidak ada sedikit pun yang samar bagi saya, jawabnya
tanpa ragu[11].
b.
Sifat-Sifat Imam Bukhori
`Beliau adalah seorang yang bernbadan kurus, perawakan sedang tidak
terlalu tinggi juga tidak pendek, kulitnya agak kecoklatan dan sedikit sekali
makan.Ia sangat pemalu namun ramah, dermawan, menjauh dari kesenangan dunia dan
akhirat. Rajin bersedeqah terlebih-lebih untuk kepentingan pendidikan.
Imam ini sangat hati-hati dan sopan dalam berbicara dan dalam
mencari kebenaran yang hakiki di saat mengkritik para perawi. Terhadap para
perawi yang jelas kebohongannya ia cukup berkata (فيه
نظر) perlu dipertimbangkan, (تركوه)
para ulama meninggalkannya. Meskipun sangat sopan dalam mengkritik,namun ia
banyak meninggalkan hadis yang diriwayatkan seseorang hanya karena orang itu
diragukan.
c.
Kebanggaan Imam Bukhori Dengan Ilmu
Imam yang memiliki jiwa mulia, kehormatan dan reputasi tinggi, dan
sangat membanggakn dan memuliakan ilmu serta senantiasa menjaga agar ilmunya
itu tidak direndahkan dan dibawa-bawa ketempat penguasa atau sultan[12]..
C.
Kitab
al-Jam’i al-Shahih
1.
Nama Kitab
Judul lengkapnya adalah al-Jami' al-Musnad al-Shahih
al-Mukhtashar min umur Rasulillah wa Sunanih wa Ay-yamihi.beliau
membutuhkan waktu enam belas tahun untuk me-nyelesaikan karangan ini. Beliau
telah menyusun kerangka buku ini pada saat dia berada di Makkah di dalam Masjid
Al-Haram, ke-mudian beliau meneruskan kerja ini secara berkesinambungan dan
akhirnya, karya tersebut dapat beliau selesaikan di Masjid al-Nabawi, Madinah.
Untuk setiap hadis yang beliau seleksi dan masukkan ke dalam buku
Shahih-ny&, Imam Bukhari selalu berwudlu kemudian melakukan shalat nafilah
(sunah) dan beristikharah. Lalu, jika Imam Bukhari sudah merasa cukup dalam
melakukan penye-leksian, maka ia memasukkan hadis tersebut ke dalam buku
Shahih-nya.
2.
Jumlah Hadis Dalam Shahih
al-Bukhari
Imam Bukhari berkata ”aku menyusun kitab jami’
al-Musnad as-Sahih ini selama 16 tahun. Ia merupakan hasil seleksi dari 600.000
buah hadis. Ibnu shalah dalam muqaddimahnya berkata jumlahnya sebanyak 7. 275
hadis termasuk yang berulang atau 4.000 hadis tanpa pengulangan perhitungan ini
di ikuti imam nawawi dalam kitab at-Taqrib[13].
3.
Metode Revisi Beliau
Para pengarang seringkali melakukan perombakan terhadap hasil
karyanya dan memasukkan unsur-unsur tambahan, begitu juga yang dilakukan Imam
Bukhari.Beliau mengungkapkan bahwa beliau merevisi karyanya sebanyak tiga
kali.Kita tahu bahwa buku Tarikh Kabirnya telah diterbitkan sebanyak
tiga kali, dan setiap edisi mengalami sedikit perubahan dan edisi yang terakhir
adalah yang paling akurat. Hal yang sama juga beliau lakukan terhadap buku Shahih
Al-Bukhari. Beliau masih melakukan perubahan menambahkan, dan mengurangi, terkadang
beliau menambahkansyarat-syarat Keshahihan Hadis menurut Bukhari telah
menggariskan beberapa syarat yang tegas untuk hadis shahih:
1.
Perawi
harus memenuhi tingkat kriteria yang paling tinggi dalam hal watak pribadi,
keilmuan dan standar akademis.
2. Harus ada informasi
positif tentang para perawi yang menerangkan bahwa mereka saling bertemu muka,
dan para murid belajar langsung dari syaikh hadits-nya.
Adalah sukar untuk melengkapi data tentang
setiap tokoh ulama. Sungguh kita tidak mempunyai informasi yang lengkap tentang
daftar murid-murid para tokoh. Terdapat perbedaan pendapat yang berkaitan
dengan hal ini antara Bukhari dan Muslim. Menurut opini Muslim, jika dua orang
perawi hidup semasa di mana mereka ada kemungkinan saling belajar-mengajar
walaupun kita tidak mendapatkan informasi positif tentang pertemuan klasikal
mereka kita dapat menerima hadis-hadis mereka dengan pertimbangan bahwa mereka
tidak melakukan tadlis, terhadap isnad yang bersambung. Bukhari tidak setuju
dengan pendapat ini. Beliau dengan tegas mensyaratkan bukti positif tentang
belajar-mengajar mereka. Bukhari tidak dapat memberikan toleransi ke-tegasan
ini, dan menuntut penyelidikan yang lebih jauh dalam menyeleksi para tokoh ahli
hadis.
4.
Kriteria dalam
Penyeleksian Materi
Kebanyakan ulama penyusun dari enam buku hadis
yang pokok tidak menjabarkan kriteria mereka dalam menyeleksi materi yang
dimuat di dalamnya, kecuali hanya dengan sepatah kata yang bertebaran di
sana-sini. Namun masih memungkinkan kita untuk berkesimpulan demikian. Dua
orang ulama abad keenam Hijriah, Hazami dan Maqdisi telah mengkaji masalah ini.
Mereka telah mempelajari kualitas perawi yang hadis-hadis mereka telah disalin
di dalam buku-buku tersebut, dan mereka mencoba menemukan patokan umum. Hazami
mengatakan bahwa para ulama itumempunyai kriteria tertentu dalam menerima
seorang penutur yang hadis-hadisnya dinukilkan ke dalam buku-buku mereka.
Se-bagai contoh adalah seseorang yang ingin menukilkan hadis sahih semata harus
hati-hati terhadap perawi, syaikh dan posisi mereka. Terkadang seorang perawi
adalah sebagai seorang murid yang ber-kualitas tinggi pada saat meriwayatkan
hadis, namun, ternyata dia melakukan kesalahan pada saat menuturkan hadis dari
syaikh yang lainnya. Dalam kasus ini, hadis yang dinukilkan pertama kali dapat
diterima, sementara pada kasus kedua, hadis-hadisnya harus ditolak. Jika kita
ingin melakukan contoh yang dapat dibandingkan dengan kasus di atas, mari kita
menyimak kasus seorang mahasiswa yang mengambil mata kuliah dari dua orang
profesor yang berbeda. Si mahasiswa dapat mencapai nilai yang memuaskan untuk
mata kuliah yang diasuh oleh dosen pertama, namun ternyata dia gagal untuk
mendapatkan prestasi yang sama dari dosen yang lain. Tetapi kenyataan juga
bahwa seorang mahasiswa dapat mencapai nilai "A" untuk setiap mata
kuliah apa saja dan yang diasuh oleh dosen siapa saja. Kenyataan seperti ini
telah diamati oleh para ulama terdahulu. Untuk mene-rangkan hal ini lebih
sederhana, Hazami telah membuat contoh Zuhri yang mempunyai banyak murid.
Hazami membagi mereka menjadi lima kategori:
1. Perawi dari Zuhri
yang mempunyai kualitas akurasi ke-takwaan yang tinggi, hifdh (kuat hafalan)
dan pergaulan cukup lama dengan Zuhri, dengan menyertai beliau dalam setiap
pengem-baraannya.
2. Kelompok kedua
adalah 'ad/ seperti kelompok pertama. Hanya saja mereka tidak banyak meluangkan
waktu menyertai Zuhri untuk dapat menghafalkan hadis-hadis yang diriwayatkan
darinya. Mereka ditempatkan sedikit di bawah kategori pertama.
3. Mereka yang banyak
menghabiskan waktu bersama Zuhri seperti kelompok pertama, hanya saja mereka
mendapatkan kritik dari para ulama.
4. Mereka yang dikritik
oleh para ulama, sementara itu mereka tidak banyak menghabiskan waktu untuk
menghadiri pertemu-an kuliah yang diberikan Zuhri.
5. Mereka yang
berpredikat perawi yang lemah, atau tidak1dikenal oleh para ulama terdahulu.
Di dalam Shahih-nya, Imam Bukhari selalu
menuliskan hadis-hadis yang diriwayatkan oleh kelompok pertama, walaupun
terkadang beliau juga meriwayatkan hadis dari kelompok kedua. Imam Muslim
terkadang meriwayatkan hadis dari perawi kelompok ketiga. Di lain pihak, Nasa'i
dan Abu Dawud sering me-ngutip hadis-hadis yang diriwayatkan oleh kelompok
pertama, kedua, dan ketiga. Abu Dawud kadang-kadang meriwayatkan hadis yang
diriwayatkan oleh kelompok keempat. Tirmidzi membuku-kan hadis-hadis yang
dituturkan oleh kelompok pertama, kedua, ketiga, dan keempat,
namun beliau menerangkan kelemahan perawi. Cara seperti ini tidak umum
diterapkan oleh Nasa'i dan Abu Dawud.
Hanya saja suatu kenyataan bahwa tidak semua
ulama terkenal seperti Zuhri, juga mempunyai jumlah murid yang banyak. Oleh
sebab itu, petunjuk yang saya tuliskan di sini, yang mengangkat contoh kelompok
murid dari ulama tertentu hanya dapat diterapkan kepada ulama termasyhur yang
mempunyai banyak murid. Tentang kasus ulama yang hanya mempunyai sedikit murid,
Bukhari dan Muslim menerima hadis-hadis yang dituturkan oleh perawi yang
mempunyai kualifikasi ketakwaan dan kejujuran. Oleh sebab itu, mereka terkadang
membukukan sebuah hadis walaupun perawinya tidak mempunyai saksi (teman)
lainnya yang Unit meriwayatkan hadis yang sama. Hal itu mereka lakukan, jika
mereka meyakini tingkat ketakwaan perawi yang telah diuji dalam materi hadis
lainnya. Hanya saja dalam kebanyakan peristiwa, mereka membukukan hadis-hadis
para tokoh yang terpercaya (tsiqah) yang telah dibuktikan melalui
kesaksian murid-murid lainnya.15
5.
Terjemahan Shahih
Kitab Shahih Bukhari telah diterjemahkan ke
dalam pelbagai bahasa, baik secara keseluruhan ataupun sebagian. sirah Shahih
Bukhari Beratus-ratus buku syarah telah ditulis untuk menjabarkan buku ini, di
antaranya ada yang mencapai dua puluh lima jilid. Kitab-kitab syarah yang
terbaik adalah: Fath al-Bari karangan Ibnu Hajar (w. 852 H); 'Umdah
al-Qari oleh 'Ayni (w. 855 H); Irsyad al-Sari oleh Qasthallani (w.
923 H).
6.
Kritik Terhadap Bukhari
Banyak ulama mengkritik karya Bukhari. Kritik
berkenaan tentang delapan puluh perawi dan 110 hadis.16 Kritik menunjukkan
bahwa walaupun hadis-hadis tersebut tidak bercacat (salah atau palsu) namun, ia
tidak memenuhi standar tinggi yang telah digariskan oleh Bukhari. Sebagai contoh perbandingan, katakanlah bahwa
sejumlah sekolah tinggi tidak menerima calon mahasiswa yang mempunyai peringkat
di bawah nilai "A", namun setelah pengamatan yang saksama, ternyata mereka
menerima sejumlah calon yang mem¬punyai peringkat lebih rendah, katakanlah
peringkat "C". Kritik ini mengimplikasikan bahwa peringkat yang
paling tinggi telah diberikan kepada Bukhari setelah melalui pengujian yang
ketat. Namun terlihat bahwa dalam menerima penuturan ulama hadis yang peringkatnya
lebih rendah, beliau mempunyai bukti yang lain yang dapat meyakinkan dan
memuaskan beliau tentang ketepatan dan kebenaran hadis yang diterima.
Tirmidzi yang berkomentar tentang Abu Layla
mengatakan, "Muhammad bin Isma'il (al-Bukhari) berkata bahwa Ibnu Abu
Layla adalah seorang yang terpercaya (shaduq) namun saya tidak meriwayatkan
satu hadis pun melaluinya. Tidak diketahui mana hadisnya yang benar dan keliru.
Para ulama yang mempunyai predikat seperti ini, saya tidak menukilkan hadis
melaluinya."17 berarti bahwa ulama peringkat ini tidak diterima oleh Bukl
kecuali jika beliau menemukan kenyataan lainnya untuk kategorikan hadis Abu
Layla sebagai hadis shahih. Sebagai contoh, jika Bukhari mendapatkan salinan
lama dan asli dari guru (syaikh) Abu Layla, kemudian nantinya ditemukan bahwa
Bukhari meriwayatkan hadis tersebut, hal itu karena beliau yakin bahwa Abu
Layla tidak lagi melakukan kekeliruan dalam menukilkan hadis-hadis itu. Semoga Allah membalas kebaikan mereka begitu
juga kita.
Daftar Pustaka
Al-BukhoriMuhammad Bin Ismail, Al-Jami’ Al-Shahih, Madinah
Al-Munawwarah, Dar At-Thuq An-Najat Pdf, T. Th
Dzulmani,
Mengenal Kitab-Kitab Hadis, Yogyakarta: Insan Madani, 2008
Soetari
Ending, Otentisitas Hadis, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2004
[1]Shahih Imam
Bukhori, Jilid I, Hal. 8
[2]Muhammad Abu
Syuhbah, Kitab Hadis Shahih Yang Enam,Pustaka Litera Antarnusa, Bogor 1991
[3]Dzulamani, Mengenal
Kitab-Kitab Hadis. Pustaka Insan Madani, Yokyakarta, 2008 Hal. 45
[4]Ibid
[5]Shahih Bukhari,
Hal. 8
[6]Ibid
[9]Kitab-Kitab
Shahih Yang Enam, Hal 39
[10]Otentisitas
Hadis, Hal 194
[11]Mengenal
Kitab-Kitab HadisHal 46
[12]IbidHal
44
[13]Mengenak
Kitab Hadis, Hal 50
Izin copy paste ya.....aljzh.....
BalasHapusIzin copy paste yah buat referensiku.
BalasHapusninonurmadi.com
BalasHapusninonurmadi.com
ninonurmadi.com
Yaasin
Cara Shalat Nabi
Kencing
Malaikat
Khalifah
Tayamum